Monday, January 5, 2009

EKONOMI INDONESIA TAHUN 2009

Di tengah badai krisis finansial dunia belakangan ini, masyarakat ekonomi dunia akan kembali merenung tentang apa yang telah kita semua perbuat sehingga akibatnya seperti apa yang saat ini dirasakan. Saat ini ekonomi dunia telah mencari keseimbangan baru dengan mencari koreksi atas kebebasan pasar yang selama beberapa dekade ini diagung-agungkan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin melambat, pergerakan harga energi yang semakin mahal dan berbagai fenomena lain yang mengawalinya.

Koreksi atas perekonomian dunia pada tahun 2008 ditandai dengan krisis keuangan yang dimulai dari negara lokomotif perekonomian dunia yaitu AS. Krisis mortgage di AS diperparah oleh kondisi fundamental ekonomi AS yang mengalami defisit di berbagai lini seperti neraca perdagangan, anggaran, dan konsumsi. Depresiasi mata uang mewabah, cadangan devisa terkuras, IHSG jatuh, ditambah lagi dengan tingkat suku bunga dan inflasi yang semakin tinggi telah menyebabkan perekonomian Indonesia sedikit banyak juga terkena imbas dari krisis tersebut. Di sisi lain, sektor riil juga masih belum dapat dijadikan sandaran bagi perekonomian Indonesia untuk menahan goncangan krisis karena komponen permintaan dari luar negeri telah menyebabkan sektor riil yang berbasis ekspor menjadi rentan terutama akibat dari penurunan permintaan akibat mata uang asing mereka yang jatuh. Selain itu masih belum tingginya kontribusi sektor manufaktur terhadap ekonomi Indonesia (hanya sekitar 26%) juga menyebabkan sektor ini masih belum dapat dijadikan sebagai pegangan di saat krisis. Bahkan belakangan sektor ini yang diharapkan menjadi aspirin justru menjadi racun karena dampak virus krisis telah menyebabkan PHK di berbagai bidang. Ini merupakan fenomena imbas dari ketergantungan ekonomi Indonesia yang terlalu tinggi terhadap ekonomi dunia.

Bagaimana dengan 2009, akankah ekonomi Indonesia menuju ke arah yang lebih cerah? Mari kita lihat bersama-sama. Menurut data dari Economist Intellegence Unit tahun 2007 Indonesia menempati peringkat ke 36 di seluruh dunia dilihat dari besarnya FDI yang tertanam di negaranya dengan nilai yang mencapai USD6,6 miliar. Sedangkan dari total score kondusifnya iklim bisnis, Indonesia berada di peringkat 61 (jauh berbeda dengan Singapura yang berada di peringkat 3 dunia). Dari sisi risk of doing business, Indonesia masih memperoleh nilai C dari skala A (terbaik) s/d E (terburuk). Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 menurut RPJM berada pada tingkat 7,6 namun beberapa proyeksi yang dikeluarkan oleh IMF, Worldbank, dan ADB menunjukkan angka di bawah itu. Beberapa asumsi yang dipakai dalam nota keuangan 2009 pun masih belum menunjukkan optimisme pemerintah, seperti pertumbuhan ekonomi 6,2%; GDP nominal Rp5.295 triliun, dan per capita GDP sebesar USD2.512. Indikator inflasi 2009 dalam nota keuangan diasumsikan sebesar 6,5% dengan nilai tukar Rp9100/USD. Rata-rata SBI juga dipatok pada angka 8,5% dan harga minyak sebesar USD100/barel dengan lifting minyak sebesar 0,950 juta barel per hari. Ekonom Faisal Basri juga telah melakukan proyeksi dengan hi scenario sebesar 6,1% dan low scenario sebesar 5.9%. Dari beberapa indikator dan hasil proyeksi tersebut saya pribadi melihat perekonomian Indonesia tahun 2009 masih belum terlalu berbeda dengan kondisi di 2008 pasca krisis finansial.

Era otonomi daerah telah memberikan sedikit banyak perubahan terhadap pemerataan ekonomi Indonesia. Dari sisi deposit serta kredit perbankan, dengan adanya otda telah semakin tersebar ke beberapa wilayah lain di luar DKI Jakarta. Share konsumsi di luar Jawa juga semakin menunjukkan angka peningkatan ditunjukkan oleh konsumsi semen di luar Jawa yang semakin tinggi dan penetrasi telepon seluler di luar Jawa yang meningkat pula. Namun demikian hal tersebut masih belum dapat memberikan kontribusi yang banyak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Saat ini sektor tradable yang sedang merana (manufaktur dan pertanian pangan) terkonsentrasi di pulau Jawa dan sektor tradable yang sedang booming (pertambangan dan perkebunan) berada di luar Jawa. Penerapan otonomi daerah diharapkan mampu untuk memberikan ruang yang lebih leluasa bagi luar Jawa untuk tumbuh lebih cepat. Jika pembangunan infrastruktur dapat dipacu untuk lebih cepat di luar Jawa, maka diharapkan kawasan luar Jawa akan menjadi wilayah pusat pertumbuhan baru di Indonesia.

Namun demikian masih ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh Indonesia yang merupakan permasalahan klasik yang belum tertuntaskan. Beberapa permasalahan tersebut terbagi menjadi permasalahan ekonomi, sosial budaya, politik dan faktor eksternal. Di sisi ekonomi, perkembangan sektor riil masih belum dapat secepat pertumbuhan sektor keuangan. Di sisi politik, masih belum diperolehnya sisi kepemimpinan pemerintah dan adanya koordinasi yang masih lemah antar lembaga juga menyebabkan tidak sinkron-nya kebijakan pemerintah yang akibatnya memberikan ambiguitas di level implementasi kebijakan. Di sisi eksternal, perlambatan ekonomi AS dan kenaikan harga minyak yang dimungkinkan akan kembali terjadi di tahun 2009 akan memberikan dampak yang berarti. Tingkat pengangguran Indonesia yang semakin tinggi juga merupakan permasalahan yang krusial akibat dari pengembangan sosial yang kurang mantap. Kualitas pertumbuhan yang merosot mengakibatkan angka kemiskinan yang tetap tinggi dan angka pengangguran yang tetap tinggi. Akibatnya angka kriminalitas juga semakin tinggi dan sektor informal dan kakilima akan tetap menggelembung. Alasan yang dapat diterima dari permasalahan ini adalah karena tingkat ketimpangan ekonomi yang masih cukup tinggi antara desa dan kota, antarkelompok pendapatan, dan antarkelompok fungsional.

Demikian gambaran singkat mengenai kondisi perekonomian 2009 besar harapan kita semua semoga ekonomi Indonesia ke depan dapat menuju ke arah yang lebih jelas dan lebih baik.