Monday, June 14, 2010

PETA STRATEGI PENYEHATAN PERUSAHAAN STUDI KASUS “PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO)”

PETA STRATEGI PENYEHATAN PERUSAHAAN
STUDI KASUS
“PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO)”


ABSTRAK
Business transformation is one of the platform of change in enhancing competitiveness. As the instrument of change, transformation including corporation’s main and supporting activities as well as the elaboration of structure, strategy, system, competency, style of management, human resources and corporate’s value system must
be comprehensively and substantially carried out.

The steps of business transformation begin with SWOT analysis to map the strengths, weaknesses, opportunities and threats based on the change of business environment. Then the vision, mission, strategy and policy are reviewed to reformulate these items in order to be in line with the challange of change. In its implementation, all of these must be evaluated and controlled from time to time. To guarantee its success, business transformation needs to involve as many organization members as possible and to make all stakeholders understand through socialization, personal and institusional internalization that it becomes a need of all members of the company. Commitment of organization, team-work, corps spirit, model leadership and inter-structural groups are very determinative in dialectic change. To keep business transformation on the right track, there must be a target which is quantitatively and qualitatively measurable and time bound.





Key word: competitiveness, business transformation, best practice company, SWOT analysis, socialization, team work and non structyral group.



A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda kedepan dan kebelakang yang besar, melalui keterkaitan “input-output-outcome” antar industri, konsumsi dan investasi. Hal ini terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan komparatif sebagian besar wilayah Indonesia adalah di sektor pertanian. Namun demikian kinerja sektor pertanian cenderung menurun akibat kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Pembangunan di masa lalu kurang memperhatikan keunggulan komparatif yang dimiliki. Keunggulan komparatif yang dimiliki belum didayagunakan sehingga menjadi keunggulan kompetitif nasional. Akibat dari strategi yang dibangun tersebut maka struktur ekonomi menjadi rapuh. Krisis ekonomi yang lalu member pelajaran berharga dari kondisi tersebut. Apabila pengembangan ekonomi daerah dan nasional didasarkan atas keunggulan yang kita miliki maka perekonomian yang terbangun akan memiliki kemampuan bersaing dan berdayaguna bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pertanian merupakan way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat kita. Pertanian merupakan pemasok sandang, pangan, dan pakan untuk kehidupan penduduk desa dan kota; juga sebagai pemelihara atau konservasi alam yang berkelanjutan dan keindahan lingkungan untuk dinikmati (wisata-agro), sebagai penghasil biofarmaka dan penghasil energi seperti bio-diesel.

2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui peta strategi penyehatan perusahaan pada PT. Perkebunan Nusantara XI.


B. LANDASAN TEORI
1. Konsep Peta Strategi
Peta Strategi adalah sebuah diagram yang menunjukan visi, misi, strategi organisasi yang diimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari pada setiap unit bisnis dengan menggunakan KPI(Key Performance Indicator). Strategi obyektif organisasi yang dikelompokkan ke dalam empat perspektif BSC (finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran) dihubungkan dalam Peta Strategi. Agar dapat mempermudah untuk membaca hubungan antar perspektif tersebut maka semua informasi pada Peta Strategi diletakkan pada diagram yang sama. Garis panah pada Peta Strategi menunjukkan hubungan cause and effect relationship pada masing-masing strategi di setiap perspektif. Setiap perspektif memiliki strategi-strategi yang dapat berhubungan satu sama lainnya baik dalam perspektif yang sama maupun dengan strategi pada perspektif yang berbeda Kaplan memperkenalkan Peta Strategi sebagai transformasi BSC dari system pengelolaan kinerja menjadi sistem manajemen strategi (Kaplan,2001).

2. Konsep Balanced Scorecard
Untuk dapat bertahan pada persaingan bisnis yang sangat ketat, pengukuran kinerja suatu organisasi sangatlah penting untuk diperhatikan. Karena dengan mengetahui ukuran kinerja dari organisasi mereka, maka akan mempermudah suatu perusahaan untuk menentukan langkah-langkah strategis apa yang harus mereka ambil. Pengukuran kinerja secara finansial saja tidaklah cukup untuk memperlihatkan kinerja organisasi yang sesungguhnya. Balanced Scorecard (BSC) merupakan salah satu konsep yang dapat digunakan untk melakukan pengukuran kinerja pada suatu organisasi dengan menterjemahkan visi misi dari organisasi tersebut, mengkomunikasikan dan menghubungkan obyektif strategis dengan melakukan beberapa pengukuran target yang diselaraskan dengan inisiatif serta alokasi sumber daya yang dimiliki perusahaan. Selain sebagai kerangka pengukuran kinerja, BSC juga digunakan sebagai kerangka penerjemah strategi ke dalam langkah-langkah operasional (Kaplan, 2004). Balanced Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerjaseseorang yang berimbang antara dua aspek yaitu aspek Keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Untuk itu ada 4 perspektif dalam membentuk kerangka kerja BSC yaitu financial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. BSC lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan BSC sebagai sebuah system manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan focus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi, menkomunikasikan dan mengakitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis, merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. Kontribusi awal BSC dalam praktek bisnis berupa tambahan ukuran kinerja non finanasial sebagai pelengkap sistem pengukuran kinerja tradisional yang membantu manajer dan eksekutif lebih seimbang dalam memandang kinerja keorganisasian. BSC bermula dari rerangka pengukuran kinerja yang sederhana ke perencanaan strategi dan sistem manajemen. Dalam perspektif baru, BSC tidak hanya bermanfaat bagi pengukuran kinerja, namun juga membantu para perencanan mengidentifikasi apa yang seharusnya mereka perbuat dan mereka ukur. Hal tersebut akan membantu para manajer dan eksekutif melakukan eksekusi strategi secara lebih akurat.Hal tersebut dapat terlihat pada gambar dibawah ini.

3. Strategi Enterprise
Perumusan strategi bisnis dapat terlihat pada misi, nilai (values), dan tujuan (goals) yang telah ditentukan. Dalam ruang lingkup organisasi dibawahnya, sasaran strategis diturunkan dari tujuan (goals) tersebut. Setelah dilakukan penetapan pada sasaran strategis maka akan dilakukan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, and Threat) yang merupakan tindak lanjut dari perubahan kondisi internal dan eksternal perusahaan.

4. Kapital Informasi
Aplikasi-aplikasi yang nantinya dibutuhkan untuk mendukung inisiatif pada Peta Strategi dalam mencapai sasaran strategis akan tertuang pada Portofolio Aplikasi. Kebutuhan infrastruktur teknologi dari suatu perusahaan dapat dilihat dalam Portofolio Aplikasi, baik infrastruktur fisik maupun manajemen yang akan dibutuhkan untuk mendukung aplikasi. Portofolio Aplikasi dipetakan dalam empat perspektif yaitu perspektif finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran, serta tiga pemrosesan yaitu pemrosesan transaksi, pemrosesan analisis, dan pemrosesan transformasional. Dalam Kapital Informasi dapat diketahui kebutuhan Portofolio Aplikasi yang diperlukan untuk menunjang pencapaian tujuan utama (goals) dari perusahaan tersebut.

5. Perencanaan Arsitektur Enterprise
Enterprise Archiecture Planning (EAP) merupakan metode yang dikembangkan untuk membangun arsitektur enterprise. Dalam Zackman Framework, EAP mencakup baris pertama dan kedua dari tiga kolom pertama yang dapat dilihat pada gambar 2. yang berupa perencanaan bisnis rinci dan tidak berfokus pada penerapan maupun desain teknisnya. Pada dasarnya EAP bukan merancang bisnis dan arsitekturnya, tetapi mendefinisikan kebutuhan bisnis dan arsitekturnya. Dalam EAP, arsitektur menjelaskan mengenai aplikasi yang dibutuhkan untuk mendukung bisnis organisasi. Hasil dari perencanaan arsitektur enterprise berupa suatu blueprint (cetak biru) untuk arsitektur aplikasi. Cetak biru menyediakan berbagai sudut pandang yang masing-masing mengekspresikan kedetilan dari setiap level. Diagram arsitektur enterprise cetak biru ditujukan bagi seluruh jajaran organisasi sehingga mereka mengetahui bagaimana membangun suatu enterprise. Cetak biru arsitektur enterprise bertujuan untuk menyediakan kebutuhan dengan tingkat kerincian yang memadai dalam menerapkan ide membangun sistem.

6. Pemodelan Bisnis
Tahap pemodelan bisnis merupakan proses membuat model bisnis sebagai bentuk representatif yang mendefinisikan bisnis yang berisikan fungsi-fungsi bisnis yang dijalankan perusahaan. Model bisnis digunakan sebagai dasar pendefinisian arsitektur dan membuat rencana implementasinya.
a. Analisis Rantai Nilai
Analisis rantai nilai adalah serangkaian aktivitas perusahaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan pada setiap tahap proses produksi; setiap aktivitas menambah nilai pada produk atau jasa, yang akan memberikan kontribusi bagi profit, dan meningkatkan posisi persaingan di market. Rantai nilai menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dan nilai ditambahkan pada setiap aktivitas. Analisis rantai nilai merupakan salah satu tema kunci konsep manajemen biaya strategik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis biaya pada aktivitas internal dan eksternal perusahaan. Analisis rantai nilai juga memberikan kerangka untuk identifikasi dan inventarisasi fungsi bisnis dengan mengelompokkan area fungsional ke dalam aktivitas utama dan aktivitas pendukung.

b. Pendefinisian Fungsi
Fungsi bisnis adalah sekumpulan tindakan yang dilakukan dalam rangkaian menjalankan bisnis. Definis fungsi bisnis mengarah pada tindakan yang dilakukan bukan pada struktur organisasi, jabatan, atau personil yang bertanggung jawab untuk melakukan fungsi (Spewak, 1992). Fungsi dapat didekomposisikan ke dalam sub fungsi lain dan secara cepat ke dalam proses yang melakukan tugas yang spesifik. Masing-masing fungsi memiliki sifat berkelanjutan, tidak memiliki waktu mulai maupun waktu berhenti. Sistem informasi mendukung suatu fungsi bisnis tertentu.

Model Organisasi
Model Organisasi (Organization model) menggambarkan hubungan dan susunan antara unit organisasi yang ada pada suatu perusahaan. Model organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain serta bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam model organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa.

Model Interaksi
Model Model Interaksi (Interaction model) memungkinkan perusahaan untuk menganalisis bagaimana alur informasi diantara aplikasi yang umum. Model interaksi menyatakan alur informasi dari pengirim ke penerima dan begitu juga sebaliknya, tanpa memeriksa detail mengapa atau kapan proses itu terjadi.

Model Komponen
Model komponen (Component model) menunjukkan proses bisnis inti dari sebuah perusahaan, tanpa menjelaskan urutann proses dan siapa yang melaksanakannya. Dalam model komponen, jaringan tugas yang rumit dalam perusahaan dapat digambarkan dengan lebih jelas dalam bentuk diagram yang mudah dipahami.Model komponen menyajikan fungsi aplikasi dan hubungannya denga fungsi-fungsi yang lainnya.

Event-Driven Process Chain (EPC)
EPC menggunakan diagram digunakan untuk merencanakan proses bisnis suatu aliran kerja, memperlihatkan kejadian yang mengawali suatu proses, proses apa yang dilakukan, siapa yang melakukan proses tersebut, informasi apa yang dibutuhkan dalam proses tersebut, dan informasi apa yang dihasilkan dalam proses tersebut. EPC ini dilakukan agar semua pihak dapat mengerti proses bisnis yang ada. Selain itu proses ditentukan oleh penggunaan operator logik seperti, ’OR’, ’AND’, dan ’XOR’. EPC digunakan oleh banyak perusahaan untuk memodelkan, menganalisis, dan merancang ulang suatu proses bisnis. Oleh karena itu, EPC dituntut untuk menjadi sebuah notasi yang sederhana dan mudah dipahami. Hal ini membuat EPC menjadi sebuah teknik yang dapat diterima secara luas untuk menunjukkan proses bisnis (Anni Tsai, 2006). Pada awalnya EPC dibuat bersama dengan SAP R / 3 modeling, tetapi sekarang lebih luas. Ada beberapa alat untuk membuat EPC diagram, termasuk ARIS toolset dari IDS Scheer AG, Adonis dari Dewan Komisaris Group, Visio dari Microsoft Corp, Semtalk dari Semtation GmbH, atau Bonapart oleh Pikos GmbH. EPC diagram menggunakan simbolsimbol dari beberapa jenis untuk menampilkan struktur kontrol aliran (urutan dari keputusan, fungsi, aktivitas, dan elemen lainnya) dari sebuah proses bisnis.

C. METODOLOGI PENELITIAN
Analisis yang akan dilakukan yaitu dengan menggunakan metode " Analisis SWOT " (Strenghts, Weakness, Opportunities, Threats). Analisis SWOT ini secara efektif sangat membantu dalam melakukan analisa internal dan eksternal. Adapun empat unsur strenghts, weakness, oppurtunities, threats yang terangkum dalam internal dan eksternal dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Lingkungan Internal
Faktor-faktor lingkungan internal adalah segala sesuatu yang ada di dalam organisasi yang secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan organisasi. Faktor internal terdiri dari aspek operasional yang meliputi sistem dan prosedur kerja, fungsi manajemen, sarana dan prasarana, sistem informasi manajemen, keuangan serta teknologi yang diperlukan dan dimiliki oleh PT.Perkebunan Nusantara. Faktor internal akan memberikan kekuatan (sthrenghts) dan kelemahan (weakness) pada organisasi. Adapun hasil identifikasi faktor internal di PT.Perkebunan Nusantara adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan (Sthrenghts) :
1. Merupakan Badan Usaha Milik Negara
3.Tersedianya sarana dan prasarana.
4.Tersedianya sumber daya manusia yang memadai;
5. Tersedianya Peraturan Perundang - undangan bidang ketenagakerjaan
6.Tersedianya program-program pelatihan berbasis kompetensib.

b.Kelemahan (Weakness) :
1. Masih belum optimalnya dukungan dana
2. Sarana prasarana pabrik yang sudah tua sehingga kurang memadai
3.Masih kurang profesionalnya beberapa personel
4.Managemen yang kurang professional
5. Program pelatihan yang kurang sesuai kebutuhan pasar
6. Masih belum optimalnya sistem komunikasi dan koordinasi hubungan internal

Lingkungan Eksternal
Merupakan faktor - faktor di luar organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kemampuan organisasi yang meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, keamanan dan teknologi. Faktor eksternal inilah yang akan memberikan "peluang" (opportunities) tapi juga memunculkan " tantangan (threats).Adapun faktor eksternal dapat diidentifikasi sebagai berikut :
c. Peluang ( Opportunities ) :
1. Adanya dukungan dari pemerintah.
2.Adanya dukungan dari stakeholder.
3.Keterbukaan pasar tenaga kerja baik dalam maupun luar negeri.
4. Sarana dan Prasarana
6. Kemajuan teknologi informasi ( IT )

d.Tantangan (Threats) :
1. Persaingan harga gula
2. Adanya Pasar persaingan bebas
3. Masih rendahnya kualitas dan produktivitas yang rendah
4.Makin kritisnya masyarakat dan tingginya tuntutan terhadap pelayanan publik.
5.makin sempitnya lahan pertanian


Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan produksi gula nasional antara lain:
a. On Farm
1. Sulitnya penambahan areal mempertahankan areal yang ada;
2. Sewa lahan terus meningkat karena adanya alternatif pemanfaatan lahan untuk komoditi lain atau usaha lain;
3. Kepemeilikan lahan petani yang kecil, mengakibatkan biaya pokok produksi menjadi tinggi;
4. Keterbatasan infrastruktur
5. Penerapan teknologi budidaya oleh petani yang belum optimal.

b. Off Farm
1. Tingkat efisiensi pabrik (overall recovery) masih dibawah standar karena skala ekonomis pabrik yang kurang memadai
2. Kinerja mesin dan peralatan pabrik gula yang kurang memadai serta manajemen produksi yang belum diperbaiki;
3. Rendahnya tingkat otomatisasi pabrik yang mempengaruhi efisiensi dan daya saing usaha;
4. Belum berkembangnya diversifikasi produk termasuk energi untuk meingkatkan daya saing industri gula.

Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut, diantaranya:
a. On Farm
1. Pemantapan areal lahan diantaranya dengan pengaturan jaminan Minimal Pendapatan Petani dan pengaturan lahan produksi yang dapat dikonversi serta penerapan sistim pembelian tebu petani seperti yang dilakukan pada komoditas lain;
2. Penyediaan sarana dan prasarana diantaranya adalah pembangunan waduk, pengadaan pompa irigasi dan pengerasan dan perbaikan jalan penghubung.;
3. Rehabilitasi tanaman dan peningkatan produktivitas lahan.

b. Off Farm
1. Rehabilitasi dan peningkatan kapasitas giling sejalan dengan peningkatan pasokan tebu;
2. Peningkatan mutu produk melalui penggantian mesin/peralatan industri gula secara bertahap dan Revisi SNI GKP dan pemberlakuan secara wajib;
3. Diversifikasi produk diataranya pengembangan energi berbasis tebu (bioethanol) pengganti BBM;
4. Pembangunan pabrik gula baru;
5. Pelaksanaan amalgamasi pabrik gula BUMN;
6. Otomatisasi operasional peralatan pabrik;
7. Restrukturisasi industri permesianan dalam negeri dalam menunjang revitalisasi industri gula.

Strategi umum untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:
a) Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas KKN.
b) Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian.
c) Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan.
d) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM pertanian.
e) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian.
f) Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna.
g) Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian.

Arah kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka panjang adalah:
a) Membangun basis bagi partisipasi petani;
b) Meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian;
c) Mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumberdaya insane pertanian yang berkualitas;
d) Mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian:
e) Mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna;
f) Mewujudkan sistem inovasi pertanian;
g) Penyediaan sistem insentif dan perlindungan bagi petani;
h) Mewujudkan sistem usahatani bernilai tinggi melalui intensifikasi, diverdifikasi dan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan;
i) Mewujudkan Agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan;
j) Mewujudkan sistem rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang kokoh;
k) Menerapkan praktek pertanian dan manufaktur yang baik; dan
l) Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan pertanian.

D. HASIL ANALISIS DAN REKOMENDASI STRATEGI
1. Strategi Enterprise
a. Misi
Misi merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan perusahaan dan sasaran yang ingin dicapai. Misi menjelaskan mengenai sesuatu yang harus dilakukan oleh perusahaan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.
Misi Perusahaan PT.Perkebunan Nusantara XI adalah:
Menyelenggarakan Usaha agribisnis, utamanya yang bebrbasis tebu melalui pemanfaatan sumberdaya secara optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

b. Visi
Visi merupakan suatu gambaran jauh kedepan tentang keadaan masa depan yang diinginkan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka penetapan visi merupakan satu bagian dari perencanaan strategis. Keberlangsungan perusahaan sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan internal maupun eksternal. Oleh karena itu, visi perusahaan juga harus menyesuaikan dengan perubahan tersebut.


Visi Perusahaan PT.Perkebunan Nusantara XI adalah:
Menjadi Perusahaan yang mampu meningkatkan kesejahteraan stakeholders secara berkesinambungan.

2. Strategi dan Kebijakan Usaha
Dalam upaya mewujudkan misi perusahaan tahun anggaran 2008, manajemen menetapkan strategi korporat, strategi bisnis serta kebijakan usaha sebagai berikut:
Strategi Korporat
Dalam upaya mencapai target dan sasaran kinerja perusahaan , strategi korporat yang dipilih adalah : kombinasi stabilitas dan pertumbuhan dengan memantapkan usaha pokok dan bukan usaha pokok yang menguntungkan.
Strategi Bisnis
• Memantapkan usaha pokok melalui peningkatan produktivitas dan overall cost leadership untuk memperoleh harga pokok produksi kompetitif dan menghasilkan produk dengan mutu sesuai permintaan pasar
• Aliansi usaha untuk meningkatkan kinerja usaha pokok dan mengembangkan usaha pendukung secara selektif
• Mengembangkan sumber energi alternatif yang bersumber dari lingkungan industri sendiri
Kebijakan Usaha
Untuk mendukung keberhasilan strategi yang dipilih, kebijakan yang ditempuh manajemen mencakup :
• Menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance dan code of conduct di semua direktorat/bidang/unit usaha
• Meningkatkan produktivitas
• Mengembangkan kemampuan sumber daya manusia
• Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sumber daya
• Meningkatkan dan menjaga mutu
• Mengembangkan dan memperluas penjualan
• Meningkatkan built – in control dan early warning system

3. Strategi Usaha Penyehatan Perusahaan
Kebijakan pengembangan agribisnis gula adalah:
a) Penetapan kebijakan pengambangan industri pergulaan nasional di bidang: harga, produksi, impor, penelitian, pengembangan dan pendidikan, investasi & pembiayaan, promosi dan perdagangan internasional;
b) Mensinergikan sub sistem agribisnis industri pergulaan, memfasilitasi, promosi dan katalisasi penyelesaian – penyelesaian masalah industri pergulaan nasional;
c) Memberdayakan dan melindungi usaha agribisnis pergulaan nasional khususnya petani.

Sasaran pengembangan produk hilir tebu dalam jangka pendek dan jangka menengah adalah: Sasaran umum sampai dengan 2025 adalah:
a) terwujudnya industri gula nasional yang kompetitif yasng memanfaatkan semua potensi produksi dari pohon industri tebu melalui pengembangan Produk Pendamping Gula Tebu,
b) tercapainya swasembada gula secara dinamis,
c) petani tebu yang lebih sejahtera dan diwadahi dalam lembaga ekonomi bersama.

Revitalisasi industri gula merupakan salah satu dari program 100 hari pemerintahan SBY. Revitalisasi di bidang on farm (tanaman tebu) dan off farm (pabrik gula) perlu dilakukan secara simultan sehingga industri gula dapat bekerja efisien dan produksinya kompetitif. Penurunan harga gula pasir lokal yang saat ini terjadi diperkirakan mengikuti penurunan harga lelang gula di pasar domestik. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kebijakan proteksi sebagai strategi untuk melindungi petani/produsen gula dalam negeri, antara lain
1. pemberlakuan tarif bea masuk, pembatasan impor gula secara ketat dengan hanya memberikan lisensi kepada produsen, adanya harga pokok penyangga atas gula petani,
2. tersedianya dana talangan bagi petani selama gula petani belum terjual.
Revitalisasi on farm diantaranya dapat dilakukan dengan meningkatkan tingkat rendemen yang saat ini hanya mencapai 7 persen. Padahal, standar tingkat rendemen bisa mencapai 14 persen hingga 16 persen. Rendahnya rendemen ini terjadi karena kualitas tebu yang kurang baik sebagai akibat dari pola penanaman petani yang kurang baik pula. Seharusnya setelah dipanen sebanyak lima kali, tanaman tebu diganti. Namun, yang terjadi adalah tanaman tebu bisa dipanen lebih dari lima kali. Hal ini tentu berkaitan dengan membongkar tanaman dan menanam lagi dimana memerlukan dana yang besar. Dengan demikian, petani perlu diberikan kredit yang tidak memberatkan.

Sedangkan dalam bidang off farm, Departemen Perindustrian bekerjasama dengan Departemen Pertanian, memperkirakan program revitalisasi setidaknya membutuhkan investasi Rp8,4 triliun dalam lima tahun. Nilai investasi itu untuk merestrukturisasi permesinan 27 pabrik gula yang telah berdiri tapi sudah berusia tua serta membangun empat pabrik baru.

4. Budaya Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI
• Sukses merupakan hasil kerjasama yang didukung prakarsa perseorangan.
• Senantiasa berorentasi pada pertumbuhan dengan menciptakan dan memanfaatkan peluang.
• Mutu melandasi setiap perilaku










Contoh Peta Strategi PT. Perkebunan Nusantara XI







DAFTAR PUSTAKA
Andreas, Dorine C & Susan K Stalick. Business Reenginering “The Survival Guide”. Prentice Hal.Inc. 1994.
Belgard, William P& Steven R.Rayner. The Shaping the Future. Amacon. 2004.
Clarke, Thomas and Stewart Clegg. Changing Paradigms: The Transformational of Management Knowledge for the 21 st Century. London: Harper Collins Publishers.1998
Franklin C.Ashby.Revitalize Your Corporate Culture, Houston: Cashman Dudley.1999
Gouillart, Francis J.& James N.Kelly.Transforming The Organization. New York; McGraw-Hill, Inc.1995
Kaplan, Roberts S., Norton, David P., The Balanced Scorecard (Translating Strategy Into Action), Harvad Business School Press, Boston.1996
Koter Phillip, John. Leading Change: Menjadi Pionir Perubahan; Terj. Joseph Bambang, MS. Jakarta : Gramedia.1997
Suyanto, M, Strategic Management, Global Most Admired Companies, Andi Offset, Yogyakarta.2007
Sugiono, Prof.Dr. Metode Penelitian Administrasi. Indeks. 2000
www.tempointeraktif.com
www.bisnis.vivanews.com
www.sinar-harapan.co.id
www.republika.co.id
www.mediaindonesia.com
www.ptpn-11.com
www.kpbptpn.co.id

KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

A. Latar Belakang
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpandapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia.
Pada awal periode orde baru hingga akhir dekade 1970-an strategi pembangunan ekonomi lebih terfokus pada bagaimana mencapai suatu laju pertumbuhan yang tinggi dalam suatu periode yang sangat singkat. Pada akhir dekade itu strategi pembangunan diubah , tidak lagi hanya pertumbuhan tetapi juga untuk kesejahteraan rakyat. Hingga menjelang krisis nilai tukar, program yang dilakukan pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan kelompok kaya, seperti Inpres Desa tertinggal (IDT).
Di negara-negara miskin, perhatian utama terfokus pada dilema kompleks antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sangat sulit diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan menuntut dikorbankannya yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi, dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya memacu pertumbuhan, tetapi juga siap melakukan dan berhak menikmati hasil-hasilnya
Persoalan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrument tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka.

B. Konsep dan Defenisi
Defenisi kemiskinan terbagi dua,
1. Kemiskinan relative (yang mengaju pada garis kemiskinan) yaitu suatu ukuran mengenai kesenjangan didalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefisisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Dinegara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata perkapita. Standar minimum disusun berdasarakan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relative miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relative sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”.Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relative cukup untuk untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relative tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

2. Kemiskinan absolute (derajat kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Yaitu suatu ukuran tetap didalam bentuk suatu kebutuhan kalori minimum ditambah komponen-komponen non makanan yang juga sangat diperlukan untuk survive. Kemiskinan absolute ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seprti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Kebutuhan minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
Garis kemiskinan absolute sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu Negara dengan Negara lain hanya jika garis kemiskinan absolute yang sama digunakandi kedua Negara tersebut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolute agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar Negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber daya financial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu:
a) US $1 per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut;
b) US $2 per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolute.

3. Kemiskinan Lainnya
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan.
Kemiskinan Cultural disebabkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indicator kemiskinan.

C. Metodologi dan Konsep Penghitungan Penduduk Miskin, Distribusi dan Ketimpangan Pendapatan
1) Badan Pusat Statistik
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKMN), sebagai berikut :
GK = GKM + GKNM
Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan.

2) Kurva Lorenz
Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif actual antara persentase jumlah penduduk penerima pendapatan tertentu dari total penduduk dengan persentase pendapatan yang benar-benar mereka peroleh dari total pendapatan.

Kurva Lorenz

Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Kasus ekstrem dari ketidakmerataan yang sempurnah yaitu apabila hanya seseorang saja yang menerima seluruh pendapatn nasional, sementara orang-orang lainnya sama sekali tidak menerima pendapatan akan diperlihatkan oleh kurva Lorenz yang berhimpit dengan sumbu horizontal sebelah bawah dan sumbu vertical di sebelah kanan.
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/kesejahteraan) agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurnah) hingga satu (ketimpangan yang sempurnah).

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relative sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva loronz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.

3) Indeks Kemiskinan Manusia
Tidak puas dengan ukuran pendapatan perhari yang digunakan oleh bank Dunia, UNDP berusaha mengganti ukuran kemiskinan “pendapatan “ Bank dunia dengan ukuran kemiskinan “Manusia”. Diukur dengan keyakinan bahwa kemiskinan manusia harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama. Yaitu kehidupan, pendidikan dasar, serta keseluruhan ketetapan ekonomi (diukur oleh persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih ditambah persentase anak-anak di bawah usia 5 Tahun yang kekurangan berat badan.

D. Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan:
1) Tingkat Pendidikan;
2) Tingkat dan laju pertumbuhan;
3) Tingkat upah neto;
4) Distribusi pendapatan
5) Kesempatan kerja
6) Tingkat Inflasi
7) Pajak dan Subsidi
8) Investasi
9) Alokasi serta kualitas sumber daya alam
10) Ketersediaan fasilitas umum
11) Penggunaan teknologi
12) Kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja

Dilihat secara sektoral, pusat kemiskinan di Indonesia terdapat disektor pertanian, terutama disektor perikanan. Ini disebabkan karena:
a) Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan karena jumlah pekerja disektor tersebut terlalu banyak, sedangkan tanah, capital, dan teknologi terbatas, dan tingkat pendidikan petani masih sangat rendah.
b) Daya saing petani atau dasar tukar domestic antara komoditi pertanian terhadap output industri semakin lemah.
c) Tingkat diversifikasi usaha di sektor pertanian ke jenis-jenis komoditi nonfood yang memiliki prospek pasar dan harga yang lebih baik masih sangat terbatas.

E. Kebijakan Pemerintah dalam Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan
Strategi dalam pengurangan kemiskinan yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2. Pemerintahan yang baik (good Governance)
3. Pembangunan Sosial

Intervensi pemerintah:
1. Intervensi jangka pendek adalah terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan;
2. Manajemen lingkungan dan sumber daya alam, ini penting karena hancurnya lingkungan dan habisnya SDA akan dengan sendirinya menjadi factor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
3. Intervensi jangka menegah dan panjang yang penting adalah:
a. Pembangunan Sektor Swasta, sebagai motor utama penggerak ekonomi/sumber pertumbuhan dan penentu daya saing perekonomian nasional harus ditingkatkan.
b. Kerjasama Regional, kerjasama yang baik dalam bidang ekonomi, industry, dan perdagangan, maupun non ekonomi.
c. Manajemen Pengeluaran Pemerintah (APBN) dan Administrasi, sangat membantu usaha untuk meningkatkan cost effectiveness dari pengeluaran pemerintah untuk membiayai penyediaan/ pembangunan/penyempurnaan fasilitas-fasilitas umum.
d. Desentralisasi, sangat membantu usaha pengurangan kemiskinan dalam negeri
e. Pendidikan dan Kesehatan,
f. Penyediaan Air Bersih dan Pembangunan Perkotaan.

Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah antara lain:
A. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dan Kesenjangan
Dalam kurun waktu 2005-2008 program penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui sinkronisasi berbagai kebijakan lintas sektor yang diarahkan untuk penciptaan kesempatan usaha bagi masyarakat miskin, pemberdayaan masyarakat miskin, peningkatan kemampuan masyarakat miskin, serta pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Sejak tahun 2009, program penanggulangan kemiskinan diarahkan pada 4 fokus, yaitu: (i) pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat miskin; (ii) perluasan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan serta keluarga berencana; (iii) penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat; dan (iv) peningkatan usaha rakyat.
Pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat miskin dilaksanakan melalui kegiatan: (1) pemberian Bantuan Langsung Tunai/BLT bagi 18,5 juta rumah tangga miskin; (2) pelaksanaan Program Harapan Keluarga/PKH bagi 720.000 rumah tangga sangat miskin di 13 provinsi; (3) subsidi pangan untuk masyarakat miskin dengan sasaran 18,5 juta rumah tangga sasaran; (4) peningkatan akses dan kualitas pendidikan dalam bentuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam rangka mendukung Wajib belajar 9 tahun, serta pemberian beasiswa bagi mahasiswa miskin; (5) peningkatan kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah dengan membantu masyarakat miskin dalam memperoleh sertifikat hak atas tanah; (6) peningkatan akses terhadap air bersih dengan membangun prasarana air minum perpipaan di perkotaan dan perdesaan.
Perluasan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan serta keluarga berencana dilaksanakan melalui kegiatan: (1) peningkatan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan melalui program Jaminan Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) dalam bentuk asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin bagi 76,4 juta penduduk miskin dan (2) Peningkatan Akses Terhadap Pelayanan Keluarga Berencana.
Penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat yang dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri atas kegiatan-kegiatan: kelanjutan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) untuk daerah perdesaan, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) untuk daerah perkotaan, Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi wilayah (PISEW) dan Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), kegiatan pengembangan usaha agribisnis pertanian (PUAP), serta program pemberdayaan bidang kelautan dan perikanan. Sementara itu, peningkatan usaha rakyat dilaksanakan melalui: (1) pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR); (2) penguatan modal di sektor pertanian melalui dana penguatan modal-Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan di 27 provinsi; serta (3) penguatan akses modal di sektor kelautan dan perikanan dalam bentuk penguatan akses modal kerja untuk masyarakat pesisir melalui penyediaan jasa lembaga keuangan di sentra-sentra kegiatan nelayan.
Berbagai kegiatan tersebut menghasilkan angka kemiskinan yang semakin membaik. Dalam 3 tahun terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, dari sebesar 37,17 juta (16,58%) pada tahun 2007, menjadi 34,96 juta (15,42%) pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 angkanya menjadi 32,53 juta (14,15%).








Pertumbuhan Ekonomi membutuhkan:

Ketahanan Pangan
Ketahanan Energy
Stabilitas Harga
Stabilitas Ekonomi dan stimulus fiscal
Iklim Investasi yang kondusif
Pengembangan Infrastruktur untuk mendukung daya saing sector riil.

B. Kebijakan Penunjang Penanggulangan Kemiskinan dan Kesenjangan
1. Kebijakan di bidang energi
Selama kurun waktu 2005-2009 bidang energi termasuk tenaga listrik menghadapi beberapa permasalahan, antara lain masih tingginya ketergantungan kepada produk minyak bumi; keterbatasan infrastruktur; pertumbuhan dan intensitas energi yang masih tinggi; dan keterbatasan dana untuk pengembangan infrastruktur. Beberapa langkah kebijakan yang telah ditempuh, antara lain: 1) meningkatkan pemanfaatan gas bumi nasional sesuai dengan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN); 2) melanjutkan program konversi (diversifikasi) energi, melalui pengalihan pemanfaatan minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG); 3) percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW; 4) pengembangan usaha Hilir Migas dilaksanakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan; 5) restrukturisasi sektor energi; serta 5) meningkatkan koordinasi lintas sektor dalam pengelolaan energi.
Hasil-hasil di bidang energi yang dicapai hingga Juni 2009 antara lain: 1) pembangunan pipa transmisi gas bumi Sumatera Selatan-Jawa Barat tahap I dan tahap II yang akan meningkatkan pasokan gas untuk daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. 2) pengembangan wilayah distribusi gas bumi di Jawa Bagian Barat yang melalui Domestic Gas Market Development Project; 3) pembangunan 2 kilang mini minyak bumi dan 3 kilang mini LPG; 4) pembangunan kilang Liquefied Natural Gas (LNG) di Tangguh; 5) pelaksanaan program pengalihan dari minyak tanah ke LPG; 4) pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) yang berbasis NonBBN (Bahan Bakar Nabati) dan berbasis BBN; 5) penyelesaian beberapa peraturan, antara lain UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi; PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi; dan Perpres No. 104 tahun 2007 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG Tabung 3 Kilogram Untuk Rumah Tangga dan Usaha Kecil; Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Sementara itu, dalam pembangunan kelistrikan telah dilaksanakan: 1) penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 5.457 MW; 2) pembangunan pembangkit listrik skala kecil di berbagai wilayah di Indonesia yang menggunakan pembangkit listrik tenaga hidro dan panas bumi; 3) percepatan pembangunan PLTU 10.000 MW; 4) pembangunan jaringan transmisi sebesar 4.137 km; 5) pencapaian rasio elektrifikasi sebesar 65,1%; 6) pencapaian rasio desa berlistrik dari 86,26% (2004) menjadi 92,2% (2008); dan 7) pengembangan Energi Baru Terbarukan dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), dan Biofuel.

2. Kebijakan di bidang pangan
Di bidang pangan, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan dan program/kegiatan yang diarahkan pada pencapaian swasembada pangan dan kemandirian pangan sehingga ketersediaan dan konsumsi pangan dapat dipenuhi dalam jumlah yang cukup, aman, bergizi, seimbang, dan berkelanjutan baik di tingkat nasional, daerah, maupun di tingkat rumah tangga. Di samping itu, dalam arti luas, kebijakan juga diarahkan untuk menjamin kebutuhan pangan masyarakat, memenuhi kebutuhan bahan baku industri, meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, meningkatkan kemampuan/keterampilan petani, meningkatkan perlindungan terhadap petani dari dampak pasar global dan daya saing produk pertanian, meningkatkan mutu produk pertanian, meningkatkan efisiensi usaha tani, meningkatkan dukungan infrastruktur pertanian dan regulasi yang kondusif serta pengelolaan sumber daya pertanian secara lestari dan berkelanjutan.

3. Kebijakan di bidang industri
Untuk meningkatkan daya saing industri nasional, dan menjadi negara industri tangguh pada tahun 2020, pada tahun 2005 telah diterbitkan buku Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang kemudian dikukuhkan melalui Peraturan Presiden No.28 Tahun 2008 yang antara lain menetapkan bangun industri nasional dalam jangka panjang, strategi pembangunan industri, serta 6 industri prioritas dan 1 industri kompetensi daerah.
Mengantisipasi dampak negatif krisis global tahun 2008 terhadap industri dalam negeri, telah diterbitkan Instruksi Presiden tahun 2009 tentang penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Selanjutnya untuk lebih mengoptimalkan pembinaan industri, pada tahun 2009 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 24 tentang Kawasan Industri.


4. Kebijakan di bidang perdagangan
Beberapa kebijakan di bidang perdagangan dan industri adalah: (i) melakukan upaya penetrasi pasar global melalui diversifikasi produk dan pasar tujuan ekspor; (ii) meningkatkan fasilitas perdagangan melalui pelayanan elektronik; (iii) kerjasama perdagangan internasional untuk peningkatan akses pasar; (iv) perlindungan konsumen; dan (v) standarisasi produk. Selain itu, dalam rangka stabilisasi harga bahan pokok dalam negeri telah dilakukan berbagai upaya, antara lain kebijakan PPN ditanggung Pemerintah (PPn DTP) untuk minyak goreng dan terigu, penurunan PPN impor untuk gandum, kedelai dan terigu, serta peluncuran program MAKITA.
Upaya lain yang dilakukan di bidang perdagangan adalah mewujudkan penyediaan layanan elektronik perdagangan dalam bentuk Penerapan E-Licensing dalam rangka National Single Window (NSW) serta penerapan otomasi Surat Keterangan Asal (SKA). Sedangkan untuk peningkatan akses pasar telah dilaksanakan market intelligence, penyediaan layanan buyers reception desk, serta promosi dagang. Kerja sama perdagangan internasional dilaksanakan melalui ratifikasi berbagai perjanjian dan kesepakatan internasional. Sementara itu dalam kerangka standardisasi produk telah ditetapkan 905 SNI di mana 173 diantaranya sudah harmonis dengan standar internasional.

5. Kebijakan di bidang investasi
Kebijakan untuk meningkatkan investasi dilaksanakan melalui penetapan berbagai peraturan perundangan guna memberikan kepastian usaha bagi para penanam modal. Beberapa peraturan penting yang telah ditetapkan, antara lain: UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal, serta beberapa peraturan yang langsung atau tidak langsung terkait dengan perbaikan iklim usaha, yaitu: UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM; UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu; Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri.
Pelaksanaan berbagai perangkat peraturan tersebut menghasilkan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang meningkat dari Rp 15,4 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 20,4 triliun pada akhir tahun 2008 atau rata-rata tumbuh sebesar 7,2%, bahkan pada tahun 2007 mencapai Rp 34,9 triliun. Demikian pula untuk Penanaman Modal Asing (PMA) pada periode yang sama mengalami lonjakan dari USD 4,6 miliar menjadi USD 14,9 miliar atau rata-rata tumbuh sebesar 34,3%.

6. Kebijakan di bidang infrastruktur
Pada dasarnya, permasalahan yang dihadapi di bidang infrastruktur adalah kualitas dan kuantitas yang terbatas serta sebarannya yang belum merata di seluruh wilayah. Kebijakan dalam infrastruktur sumber daya air ditujukan untuk menjaga ketersediaan air secara memadai, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, antara lain melalui pengembangan pola hubungan hulu-hilir dalam mencapai pola pengelolaan yang lebih berkeadilan serta melakukan percepatan pembangunan tampungan-tampungan air skala kecil/menengah.
Di bidang prasarana jalan, kebijakan pokok diarahkan untuk: (i) memulihkan fungsi arteri dan kolektor serta mengoptimalkan pemeliharaan dan rehabilitasi jalan dan jembatan nasional terutama pada lintas-lintas strategis untuk mempertahankan dan meningkatkan baik daya dukung, kapasitas, maupun kualitas pelayanannya, baik di daerah yang perekonomiannya berkembang pesat, maupun dalam membuka akses ke daerah terisolir dan belum berkembang; (ii) meningkatkan dan membangun jalan dan jembatan nasional pada lintas strategis; (iii) mengembangkan jalan bebas hambatan pada koridor-koridor jalan berkepadatan tinggi; (iv) dukungan pembebasan tanah dalam pembangunan jalan tol; serta (v) melakukan koordinasi di antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengharmonisasikan keterpaduan sistem dalam konteks pelayanan intermoda dan sistem transportasi nasional (Sistranas).
Kebijakan di bidang perkeretaapian antara lain: (i) melanjutkan deregulasi pada angkutan kereta api; (ii) melaksanakan program Roadmap to Zero Accident; (iii) meningkatkan kapasitas lintas dan angkutan perkeretaapian untuk meningkatkan share angkutan barang; (iv) meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas skema pendanaan public service obligation (PSO), infrastructures maintenance and operation (IMO), dan track access charge (TAC); (v) meningkatkan peran swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian; (vi) meningkatkan pangsa angkutan barang pada pusat-pusat pertambangan nasional; serta (vii) mengaktifkan jalur-jalur kereta api yang sudah tidak dioperasikan.
Kebijakan di bidang transportasi laut antara lain: meningkatkan peran armada laut nasional terutama untuk angkutan domestik antarpulau; melanjutkan kewajiban pemerintah dalam angkutan perintis; menghilangkan biaya ekonomi tinggi dalam kegiatan bongkar muat di pelabuhan; menambah dan memperbaiki pengelolaan prasarana dan sarana transportasi laut untuk pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri; mengetatkan pengecekan kelaikan laut baik kapal maupun peralatan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran; dan meningkatkan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran sesuai dengan standar International Maritime Organization (IMO).
Di bidang transportasi udara, beberapa kebijakan yang ditempuh antara lain: melanjutkan kebijakan multioperator angkutan udara; restrukturisasi kewenangan antara pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam aspek keselamatan penerbangan; melanjutkan pelayanan keperintisan untuk wilayah terpencil; memperketat pengecekan kelaikan udara baik pesawat maupun peralatan navigasi; peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan dan navigasi sesuai dengan standar (International Civil Aviation Organization) ICAO; serta memperketat pengecekan kelaikan udara baik pesawat maupun peralatan navigasi.
Berdasarkan pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut, telah diperoleh hasil dan pencapaian dalam berbagai bentuk infrastruktur. Hasil pembangunan infrastruktur sumber daya air antara lain berupa waduk, embung, atau sarana pengamanan bendungan di berbagai lokasi.

7. Kebijakan di bidang ketenagakerjaan
Dua kebijakan utama dalam mengatasi permasalahan pengangguran terbuka adalah melalui: (i) kebijakan yang dapat mendorong penciptaan lapangan kerja dan (ii) mendorong program-program pembangunan agar mengarah pada penciptaan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Berdasarkan dua kebijakan pokok tersebut, langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1) mendorong pembukaan lapangan kerja baru melalui pengembangan UMKM; (2) meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerja melalui penyelenggaraan pelatihan kerja; (3) memperbaiki mekanisme penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri melalui peningkatan kualitas pelayanan; (4) melaksanakan konsolidasi program-program perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan sinergi proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan UMKM; (5) membuka akses informasi pasar kerja; dan (6) memperkuat hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja dengan mendorong tercapainya perundingan bipartit.

Sunday, April 25, 2010

PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PUBLIK GUNA MENINGKATKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT

PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PUBLIK
GUNA MENINGKATKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
oleh
Yuhendra, S.E


1. PENDAHULUAN

Secara sederhana administrasi publik dipahami sebagai proses kerjasama untuk melaksanakan kebijakan publik dalam rangka menyediakan pelayanan kepada masyarakat baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pengertian ini menunjukkan bahwa tujuan utama (ultimate goal) dari penyelenggaraan administrasi publik adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun untuk mencapai tujuan tersebut ada tiga mekanisme yaitu Pemerintah dapat melakukannya sendiri, atau mendelegasikannya kepada swasta atau masyarakat.

Pelayanan publik merupakan hak masyarakat, yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Hak tersebut merupakan hak konstitusi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Dalam kenyataannya saat ini hak-hak tersebut belum sepenuhnya diperoleh oleh masyarakat. Sebagai contoh dibidang pendidikan, masih banyak anak-anak dari keluarga yang kurang mampu tidak bisa bersekolah. Banyaknya wali murid yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan, munculnya berbagai macam pungutan di sekolah. Pelayanan publik dibidang kesehatan juga tidak beda jauh, banyak kasus-kasus busung lapar di beberapa daerah, menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap derajat kesehatan warganya, wabah flu burung, penderita DBD yang banyak tidak tertolong. Pelayanan yang memprihatinkan juga terjadi pada pelayanan publik di bidang administrasi dasar, lamanya mengurus perijinan, lamanya proses pembuatan KTP dan KK dan beberapa kasus lain yang sering muncul di masyarakat.

Ketidakpuasan masyarakat tersebut bisa diatasi apabila pemerintah bisa lebih dekat dengan masyarakat. Peluang pemerintah untuk bisa lebih memahami kebutuhan masyarakat tersebut sebenarnya telah didukung dengan adanya Otonomi Daerah. Salah satu paradigma baru dari otonomi daerah sebenarnya adalah semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah memberikan peluang pemerintah untuk lebih mengetahui persoalanpersoalan di masyarakat. Oleh karenanya untuk dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat selayaknya perlu diketahui terlebih dahulu persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.

Menurut Lenvine produk pelayanan publik dalam negara demokrasi harus memenuhi tiga indikator, yakni : pertama, Responsivitas adalah daya tanggap penyedia jasa terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan; kedua, responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan; ketiga, akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara demi kesejahteraannya sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan publik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti : prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang

kurang responsive dan lain-lain, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan publik dilakukan melalui pembenahan sistem pelayanan publik secara menyeluruh dan terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang .

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan mereka mendapat akses dan kemampuan untuk dapat menggunakan pelayanan publik. Akan tetapi permintaan akan pelayanan tersebut biasanya jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk dapat memenuhinya.

Chitwood (dalam Frederickson, 1988) menyebutkan apabila pelayanan publik dikaitkan dengan keadilan, maka bisa dibagi ke dalam tiga bentuk dasar yaitu:

1. Pelayanan yang sama bagi semua. Misalnya pendidikan yang diwajibkan bagi penduduk usia muda.

2. Pelayanan yang sama secara proporsional bagi semua, yaitu distribusi pelayanan yang didasarkan atas suatu ciri tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan. Misalnya jumlah polisi yang ditugaskan untuk berpratoli dalam wilayah tertentu berbeda-beda berdasarkan angka kriminalitas.

3. Pelayanan-pelayanan yang tidak sama bagi individu-individu bersesuaian dengan perbedaan yang relevan. Ada beberapa kriteria mengapa pelayanan itu tidak sama antara lain: satu, pelayanan yang diberikan berdasarkan kemampuan untuk membayar dari penerima pelayanan. Dua, penyediaan pelayanan-pelayanan atas dasar kebutuhan-kebutuhan.

2. TIGA MEKANISME PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT.

Keterlibatan tiga sektor dalam memberikan pelayanan publik, ialah sektor negara (government/state), swasta dan masyarakat. keberhasilan suatu pembangunan banyak bergantung kepada rekayasa sinergi yang positif di antara ketiganya. Ketiganya merupakan institusi yang saling melengkapi dan berhubungan.

Perbedaannya jelas, pelayanan publik oleh pemerintah adalah hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Sementara yang satunya (pelayanan publik oleh pelaku usaha dan masyarakat) antara konsumen dengan pelaku usaha. Meski demikian, pada prakteknya pemerintah seringkali mendelegasi pelaksanaan fungsi pelayanan publik kepada pihak swasta.

A. SEKTOR PEMERINTAH

1. Yang menjadi mekanisme pengendali adalah organisasi birokrasi yang berlevel mulai dari pusat sampai ke desa,

2. Sebagai pengambil keputusan adalah para administrator yang
dikelilingi oleh elit ahli,

3. Dalam memberikan layanan mendasarkan kepada aturan-aturan birokrasi (perundang-undangan),

4. Kriteria keberhasilan keputusan adalah banyaknya kebijaksanaan yang berhasil diimplemenasikan,

5. Dalam memberlakukan sangsi mempergunakan kekuasaan negara yang mempunyai sifat memaksa,

6. Modus operandi layanan mendasarkan mekanisme yang berasal dari atas (top down) atau pemerintah sendiri.

Keuntungan Yang Didelegasikan pada Sektor Pemerintah

Pelayanan publik yang didelegasikan pada sektor pemerintah memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dari sektor swasta. Untuk membangun pelayanan publik yang berorientasi kepada kepentingan publik maka dibutuhkan administrasi negara atau birokrasi yang profesional. Istilah profesional berlaku untuk semua aparat mulai dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah. Profesionalisme dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan ketrampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme sebagai refleksi dari cerminan kemampuan, keahlian, akan dapat berjalan dengan efektif apabila didukung oleh adanya kesesuaian antara tingkat pengetahuan atas dasar latar belakang pendidikan dengan beban kerja pegawai yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam rangka mengembangkan etika pemerintahan dalam pelayanan publik tidaklah semata-mata mendoktrinasi apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan oleh aparat pemerintahan, tetapi lebih dari itu adalah upaya terus menerus untuk meningkatkan integritas profesional yang bermanfaat bagi penyempurnaan pelayanan kepada masyarakat.

Kelemahan yang didelegasikan pada sektor Pemerintah

Pelayanan publik yang didelegasikan pada sektor pemerintah memiliki kelemahan yaitu mekanisme kerjanya yang kurang efisien. Dalam memberlakukan sangsi mempergunakan kekuasaan negara yang mempunyai sifat memaksa. Sebagai pengambil keputusan adalah para administrator yang dikelilingi oleh elit ahli.

B. SEKTOR SWASTA

1. Mekanisme pengendali layanan publik mengandalkan proses pasar,

2. Pengambilan keputusan dilakukan oleh individu, para penabung dan investor,

3. Pedoman perilaku adalah kecocokan harga,

4. Kriteria keberhasilan keputusan/layanan adalah efisiensi yaitu memaksimalkan keuntungan dan atau kepuasan dan meminimalkan kerugian dan atau ketidakpuasan,

5. Sanksi yang berlaku berupa kerugian finansial,

6. Modus operandi pelayanan dilakukan oleh perorangan.

Keuntungan Yang Didelegasikan pada Sektor Swasta

Perimbangan utama untuk memberikan kekuasaan kepada mekanisme swasta dalam penyediaan dan pendistribusian kebutuhan masyarakat adalah karena mekanisme kerjanya yang sangat efisien. Kekuatan-kekuatan di dalam swasta bekerja dengan sangat efisien karena mereka dirancang oleh profit. Hanya mereka yang bisa bekerja secara efisien akan dapat menikmati profit. Mekanisme kerja sektor swasta yang ditentukan oleh harga sangat berbeda dengan mekanisme kerja birokrasi karena birokrasi bekerja berdasar atas kewenangan dan monopoli; oleh karena itu mekanisme kerja birokrasi cenderung tidak efisien.

diserahkan pelaksanaan fungsi pelayanan publik kepada swasta atau pelaku bisnis ada keuntungannya karena akan lebih efektif, profesional, dan cenderung minim biaya. Namun, pada kenyataannya yang terjadi justru sebaliknya, proyek-proyek yang berkaitan dengan pelayanan publik sarat dengan KKN.

Kelemahan yang didelegasikan pada sektor swasta

Tidak semua kebutuhan masyarakat dapat disediakan oleh sektor swasta secara efisien. Adakalanya mekanisme sektor swasta secara ekonomis tidak efisien dan secara sosial tidak dapat diterima sebagai sumber pelayanan publik (economic and social market failures). Dalam penyediaan barang-barang kebutuhan umum (public goods and social goods) mekanisme swasta seringkali tidak bekerja secara efisien, karena mekanisme harga tidak bisa bekerja dengan baik (karena adanya eksternalitas atau karena persyaratan yang dibutuhkan untuk bekerjanya mekanisme swasta tidak terpenuhi). Dalam situasi yang demikian ini, kehadiran birokrasi pemerintah atau lembaga non pemerintah diperlukan sebagai salah satu alternatif penyedia pelayanan publik.

Pihak swasta yang seringkali tidak mau disalahkan apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan proyek tersebut. Mereka umumnya berdalih apa yang mereka lakukan adalah semata-mata bisnis terkait untung-rugi jadi tidak dapat dipersalahkan.

Sebagai solusi, mengharapkan agar UU Pelayanan Publik mengatur mekanisme penindakan pelanggaran dalam hal pelayanan publik yang tidak hanya ditujukan bagi aparat pemerintah tetapi juga swasta. Apabila dijalankan swasta dan kemudian terjadi pelanggaran, baik pihak swasta maupun pemerintah harus diminta pertanggungjawaban

C. SEKTOR MASYARAKAT

1. Mekanisme pengendali pelayanan adalah suatu asosiasi sukarela,

2. Pembuatan keputusan pelayanan dilakukan secara bersama-sama oleh pemimpin dan anggota,

3. Pedoman perilaku adalah persetujuan anggota,

4. Yang dijadikan sebagai kriteria keberhasilan suatu keputusan adalah terakomodasinya interes anggota,

5. Sanksi yang ada berupa tekanan sosial anggota, dan

6. Modus operandi pelayanan dilakukan dari bawah (bottom up).

Untuk memperbarui penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pendekatan baru yakni dengan memberdayakan potensi warga masyarakat. Potensi warga masyarakat harus diberdayakan sehingga mereka tidak hanya sebagai pengguna pasif tetapi juga bisa ikut menentukan bagaimana proses penyelenggaraan pelayanan publik tersebut seharusnya diselenggarakan. Dengan pendekatan ini diharapkan akan mendorong perbaikan kualitas pelayanan melalui perubahan sikap dan perilaku penyelenggara dan sekaligus juga meningkatkan pemberdayaan masyarakat, sehingga peran mereka dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik dapat ditingkatkan.

Agar kondisi pelayanan publik yang buruk tidak terus berlarut-larut, diperlukan sebuah ruang bagi publik (masyarakat) untuk dapat menyampaikan partisipasinya dan keluhan atas ketidak puasan terhadap pelayanan yang diterimanya. Dengan penyediaan ruang partisipasi dan mekanisme komplain dalam pelayanan publik bisa salah satu pintu besar bagi pembuka perubahan dan perbaikan birokrasi dalam pemberian pelayanan publik.

Keuntungan Yang Didelegasikan pada Sektor Masyarakat

Dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik diwujudkan dalam bentuk kerjasama, pemenuhan kewajiban dan pengawasan masyarakat.

Dengan demikian, sebagai sumber pelayanan publik maka peranan negara sangat komplementer dengan mekanisme swasta maupun organisasi masyarakat. Ketiga sumber pelayanan publik itu sama-sama diperlukan di dalam proses transmformasi sosial ekonomi masyarakat. Masing-masing seharusnya bekerja secara komplementer di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat luas.

Kelemahan yang didelegasikan ke sektor masyarakat

Sanksi yang ada berupa tekanan sosial anggota. Yang dijadikan sebagai kriteria keberhasilan suatu keputusan adalah terakomodasinya interes anggota.

Kingsley (1996) merekomendasikan perlunya reformasi karakter Pemerintah Lokal (internal reform) dengan menerapkan beberapa teknik sebagai berikut:

  1. performance measurement”, dengan terdapatnya catatan laopran yang jelas dari hasil-hasil kegiatan dan mengukur efisiensi relatif, misalnya dengan biaya/harga per unit pelayanan yang diberikan.
  2. independent and objective audits”, baik terhadap performance dan managemen keuangan.
  3. performance contracts”, dengan tetap menjaga hubungan yang baik dengan pihak lain (Pemerintah, swasta dan Masyarakat).
  4. decentralization of responsibility within government”, dengan membagi habis tugas-tugas dan memberikan target yang jelas terhadap pejabat-pejabat di bawahnya.
  5. introducing customer orientation and access”, dengan mempublikasikan rencana-rencana dan laporan kegiatan, menetapkan “one-stop-shops” untuk memudahkan dalam pengurusan perijinan, dan sebagainya.
  6. a competitive mode of service provision”, dengan cara yang kompetitif dalam memberikan pelayanan antara pemerintah, swasta dan Masyarakat.

Reformasi pelayanan publik adalah perbaikan integral pelayanan publik meliputi perbaikan orang, struktur, dan prosesnya. Beberapa usulan di bawah sekiranya menjadi pertimbangan dalam upaya perbaikan tersebut.:

1. Membentuk pemahaman masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat berkesadaran penuh bahwa korupsi telah merampas hak mereka untuk mendapatkan pelayanan publik yang memuaskan.

2. Membuat standar dalam pelayanan publik. Ada standar pelayanan, biaya, kualitas, juga standar mekanisme pengaduan. Setiap pelayanan publik yang diterapkan di pusat maupun di daerah harus memiliki standar pelayanan minimal, yang bisa diukur. Salah satu contohnya adalah penetapan batas waktu pengurusan pelayanan publik. Sehingga memudahkan pemerintah untuk mengukur kinerja pelayanan publik dan melakukan evaluasi secara periodik maupun insidentil.

3. Transparansi biaya. Selama ini, umumnya masyarakat belum mengetahui berapa tarif resmi setiap pengurusan pelayanan publik. Ketidaktahuan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh aparat pelayanan publik untuk melakukan pungutan liar. Sejalan dengan itu, mesti ada pemisahan antara petugas perijinan dengan petugas penerima pembayaran. Kebijakan transparansi biaya ini jelas memudahkan masyarakat mengetahui besaran tarif resmi. Pada akhirnya, menutup peluang aparat pelayanan publik melakukan pungutan liar kepada masyarakat.

4. menciptakan budaya pelayanan (service delivery culture). Budaya pelayanan adalah budaya yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Dulu aparat beranggapan, mereka tidak mengabdi pada masyarakat, tetapi pada atasan. Mereka tidak peduli kepentingan masyarakat, tujuannya adalah kepentingan individu dan kepentingan kelompoknya. Bagaimana mungkin orang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat, kalau paradigmanya masih paradigma lama seperti itu. Paradigma lama yang menganggap masyarakat hanyalah obyek pelayanan publik, harus direkonstruksi. Aparat bukan sebagai orang yang dilayani, tetapi sebagai orang yang melayani kebutuhan masyarakat.

5. Penerapan manajemen SDM berbasis kinerja. Prinsipnya, manajemen SDM berbasis kinerja memberikan kesempatan lebih luas bagi pegawai yang berprestasi. Pegawai yang bisa menunjukkan kinerjanya akan memperoleh apresiasi, dalam bentuk insentif atau peningkatan karir. Jadi, tidak semua orang dapat seenaknya naik pangkat, bila tidak bisa berkinerja baik.

6. Mendesak pemerintah mempercepat pembentukan UU Pelayanan Publik. Undang-undang ini mengatur mengenai partisipasi, aspirasi, dan pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik. Sehingga, dari sisi peraturan, masyarakat punya payung hukum untuk mengadu, seandainya pelayanan yang diberikan tidak memuaskan. Beberapa negara sudah menerapkan, dan dikenal dengan nama citizen charter. Isi citizen charter adalah kesepakatan pemerintah dengan masyarakat mengenai kualitas pelayanan publik.

3. CONTOH KASUS

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.

Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-obatan, fasilitas lain, dan sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas tersebut. Outputnya adalah pasien sembuh / tak sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan sebagainya.

Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan balik pelayanan puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan lingkungan adalah masyarakat dan instansi-instansi diluar puskesmas tersebut.

Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3 dimensi, yakni :

  1. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misalnya masyarakat RT, RW, kelurahan, dan sebagainya). Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
  2. Menggalang potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada hakekatnya juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
  3. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas, balkesmas, dan sebagainya), juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :

  1. Penanggung Jawab

Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah maupun oleh swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah (puskesmas) maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi Departemen Kesehatan.

  1. Standar Pelayanan

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan pada suatu standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dengan adanya buku Pedoman Puskesmas.

  1. Hubungan Kerja

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertikal.

  1. Pengorganisasian Potensi Masyarakat

Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya keterbatasan sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat ini.