Sunday, April 25, 2010

PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PUBLIK GUNA MENINGKATKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT

PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PUBLIK
GUNA MENINGKATKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
oleh
Yuhendra, S.E


1. PENDAHULUAN

Secara sederhana administrasi publik dipahami sebagai proses kerjasama untuk melaksanakan kebijakan publik dalam rangka menyediakan pelayanan kepada masyarakat baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pengertian ini menunjukkan bahwa tujuan utama (ultimate goal) dari penyelenggaraan administrasi publik adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun untuk mencapai tujuan tersebut ada tiga mekanisme yaitu Pemerintah dapat melakukannya sendiri, atau mendelegasikannya kepada swasta atau masyarakat.

Pelayanan publik merupakan hak masyarakat, yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Hak tersebut merupakan hak konstitusi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Dalam kenyataannya saat ini hak-hak tersebut belum sepenuhnya diperoleh oleh masyarakat. Sebagai contoh dibidang pendidikan, masih banyak anak-anak dari keluarga yang kurang mampu tidak bisa bersekolah. Banyaknya wali murid yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan, munculnya berbagai macam pungutan di sekolah. Pelayanan publik dibidang kesehatan juga tidak beda jauh, banyak kasus-kasus busung lapar di beberapa daerah, menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap derajat kesehatan warganya, wabah flu burung, penderita DBD yang banyak tidak tertolong. Pelayanan yang memprihatinkan juga terjadi pada pelayanan publik di bidang administrasi dasar, lamanya mengurus perijinan, lamanya proses pembuatan KTP dan KK dan beberapa kasus lain yang sering muncul di masyarakat.

Ketidakpuasan masyarakat tersebut bisa diatasi apabila pemerintah bisa lebih dekat dengan masyarakat. Peluang pemerintah untuk bisa lebih memahami kebutuhan masyarakat tersebut sebenarnya telah didukung dengan adanya Otonomi Daerah. Salah satu paradigma baru dari otonomi daerah sebenarnya adalah semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah memberikan peluang pemerintah untuk lebih mengetahui persoalanpersoalan di masyarakat. Oleh karenanya untuk dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat selayaknya perlu diketahui terlebih dahulu persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.

Menurut Lenvine produk pelayanan publik dalam negara demokrasi harus memenuhi tiga indikator, yakni : pertama, Responsivitas adalah daya tanggap penyedia jasa terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan; kedua, responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan; ketiga, akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara demi kesejahteraannya sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan publik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti : prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang

kurang responsive dan lain-lain, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan publik dilakukan melalui pembenahan sistem pelayanan publik secara menyeluruh dan terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang .

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan mereka mendapat akses dan kemampuan untuk dapat menggunakan pelayanan publik. Akan tetapi permintaan akan pelayanan tersebut biasanya jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk dapat memenuhinya.

Chitwood (dalam Frederickson, 1988) menyebutkan apabila pelayanan publik dikaitkan dengan keadilan, maka bisa dibagi ke dalam tiga bentuk dasar yaitu:

1. Pelayanan yang sama bagi semua. Misalnya pendidikan yang diwajibkan bagi penduduk usia muda.

2. Pelayanan yang sama secara proporsional bagi semua, yaitu distribusi pelayanan yang didasarkan atas suatu ciri tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan. Misalnya jumlah polisi yang ditugaskan untuk berpratoli dalam wilayah tertentu berbeda-beda berdasarkan angka kriminalitas.

3. Pelayanan-pelayanan yang tidak sama bagi individu-individu bersesuaian dengan perbedaan yang relevan. Ada beberapa kriteria mengapa pelayanan itu tidak sama antara lain: satu, pelayanan yang diberikan berdasarkan kemampuan untuk membayar dari penerima pelayanan. Dua, penyediaan pelayanan-pelayanan atas dasar kebutuhan-kebutuhan.

2. TIGA MEKANISME PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT.

Keterlibatan tiga sektor dalam memberikan pelayanan publik, ialah sektor negara (government/state), swasta dan masyarakat. keberhasilan suatu pembangunan banyak bergantung kepada rekayasa sinergi yang positif di antara ketiganya. Ketiganya merupakan institusi yang saling melengkapi dan berhubungan.

Perbedaannya jelas, pelayanan publik oleh pemerintah adalah hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Sementara yang satunya (pelayanan publik oleh pelaku usaha dan masyarakat) antara konsumen dengan pelaku usaha. Meski demikian, pada prakteknya pemerintah seringkali mendelegasi pelaksanaan fungsi pelayanan publik kepada pihak swasta.

A. SEKTOR PEMERINTAH

1. Yang menjadi mekanisme pengendali adalah organisasi birokrasi yang berlevel mulai dari pusat sampai ke desa,

2. Sebagai pengambil keputusan adalah para administrator yang
dikelilingi oleh elit ahli,

3. Dalam memberikan layanan mendasarkan kepada aturan-aturan birokrasi (perundang-undangan),

4. Kriteria keberhasilan keputusan adalah banyaknya kebijaksanaan yang berhasil diimplemenasikan,

5. Dalam memberlakukan sangsi mempergunakan kekuasaan negara yang mempunyai sifat memaksa,

6. Modus operandi layanan mendasarkan mekanisme yang berasal dari atas (top down) atau pemerintah sendiri.

Keuntungan Yang Didelegasikan pada Sektor Pemerintah

Pelayanan publik yang didelegasikan pada sektor pemerintah memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dari sektor swasta. Untuk membangun pelayanan publik yang berorientasi kepada kepentingan publik maka dibutuhkan administrasi negara atau birokrasi yang profesional. Istilah profesional berlaku untuk semua aparat mulai dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah. Profesionalisme dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan ketrampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme sebagai refleksi dari cerminan kemampuan, keahlian, akan dapat berjalan dengan efektif apabila didukung oleh adanya kesesuaian antara tingkat pengetahuan atas dasar latar belakang pendidikan dengan beban kerja pegawai yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam rangka mengembangkan etika pemerintahan dalam pelayanan publik tidaklah semata-mata mendoktrinasi apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan oleh aparat pemerintahan, tetapi lebih dari itu adalah upaya terus menerus untuk meningkatkan integritas profesional yang bermanfaat bagi penyempurnaan pelayanan kepada masyarakat.

Kelemahan yang didelegasikan pada sektor Pemerintah

Pelayanan publik yang didelegasikan pada sektor pemerintah memiliki kelemahan yaitu mekanisme kerjanya yang kurang efisien. Dalam memberlakukan sangsi mempergunakan kekuasaan negara yang mempunyai sifat memaksa. Sebagai pengambil keputusan adalah para administrator yang dikelilingi oleh elit ahli.

B. SEKTOR SWASTA

1. Mekanisme pengendali layanan publik mengandalkan proses pasar,

2. Pengambilan keputusan dilakukan oleh individu, para penabung dan investor,

3. Pedoman perilaku adalah kecocokan harga,

4. Kriteria keberhasilan keputusan/layanan adalah efisiensi yaitu memaksimalkan keuntungan dan atau kepuasan dan meminimalkan kerugian dan atau ketidakpuasan,

5. Sanksi yang berlaku berupa kerugian finansial,

6. Modus operandi pelayanan dilakukan oleh perorangan.

Keuntungan Yang Didelegasikan pada Sektor Swasta

Perimbangan utama untuk memberikan kekuasaan kepada mekanisme swasta dalam penyediaan dan pendistribusian kebutuhan masyarakat adalah karena mekanisme kerjanya yang sangat efisien. Kekuatan-kekuatan di dalam swasta bekerja dengan sangat efisien karena mereka dirancang oleh profit. Hanya mereka yang bisa bekerja secara efisien akan dapat menikmati profit. Mekanisme kerja sektor swasta yang ditentukan oleh harga sangat berbeda dengan mekanisme kerja birokrasi karena birokrasi bekerja berdasar atas kewenangan dan monopoli; oleh karena itu mekanisme kerja birokrasi cenderung tidak efisien.

diserahkan pelaksanaan fungsi pelayanan publik kepada swasta atau pelaku bisnis ada keuntungannya karena akan lebih efektif, profesional, dan cenderung minim biaya. Namun, pada kenyataannya yang terjadi justru sebaliknya, proyek-proyek yang berkaitan dengan pelayanan publik sarat dengan KKN.

Kelemahan yang didelegasikan pada sektor swasta

Tidak semua kebutuhan masyarakat dapat disediakan oleh sektor swasta secara efisien. Adakalanya mekanisme sektor swasta secara ekonomis tidak efisien dan secara sosial tidak dapat diterima sebagai sumber pelayanan publik (economic and social market failures). Dalam penyediaan barang-barang kebutuhan umum (public goods and social goods) mekanisme swasta seringkali tidak bekerja secara efisien, karena mekanisme harga tidak bisa bekerja dengan baik (karena adanya eksternalitas atau karena persyaratan yang dibutuhkan untuk bekerjanya mekanisme swasta tidak terpenuhi). Dalam situasi yang demikian ini, kehadiran birokrasi pemerintah atau lembaga non pemerintah diperlukan sebagai salah satu alternatif penyedia pelayanan publik.

Pihak swasta yang seringkali tidak mau disalahkan apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan proyek tersebut. Mereka umumnya berdalih apa yang mereka lakukan adalah semata-mata bisnis terkait untung-rugi jadi tidak dapat dipersalahkan.

Sebagai solusi, mengharapkan agar UU Pelayanan Publik mengatur mekanisme penindakan pelanggaran dalam hal pelayanan publik yang tidak hanya ditujukan bagi aparat pemerintah tetapi juga swasta. Apabila dijalankan swasta dan kemudian terjadi pelanggaran, baik pihak swasta maupun pemerintah harus diminta pertanggungjawaban

C. SEKTOR MASYARAKAT

1. Mekanisme pengendali pelayanan adalah suatu asosiasi sukarela,

2. Pembuatan keputusan pelayanan dilakukan secara bersama-sama oleh pemimpin dan anggota,

3. Pedoman perilaku adalah persetujuan anggota,

4. Yang dijadikan sebagai kriteria keberhasilan suatu keputusan adalah terakomodasinya interes anggota,

5. Sanksi yang ada berupa tekanan sosial anggota, dan

6. Modus operandi pelayanan dilakukan dari bawah (bottom up).

Untuk memperbarui penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pendekatan baru yakni dengan memberdayakan potensi warga masyarakat. Potensi warga masyarakat harus diberdayakan sehingga mereka tidak hanya sebagai pengguna pasif tetapi juga bisa ikut menentukan bagaimana proses penyelenggaraan pelayanan publik tersebut seharusnya diselenggarakan. Dengan pendekatan ini diharapkan akan mendorong perbaikan kualitas pelayanan melalui perubahan sikap dan perilaku penyelenggara dan sekaligus juga meningkatkan pemberdayaan masyarakat, sehingga peran mereka dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik dapat ditingkatkan.

Agar kondisi pelayanan publik yang buruk tidak terus berlarut-larut, diperlukan sebuah ruang bagi publik (masyarakat) untuk dapat menyampaikan partisipasinya dan keluhan atas ketidak puasan terhadap pelayanan yang diterimanya. Dengan penyediaan ruang partisipasi dan mekanisme komplain dalam pelayanan publik bisa salah satu pintu besar bagi pembuka perubahan dan perbaikan birokrasi dalam pemberian pelayanan publik.

Keuntungan Yang Didelegasikan pada Sektor Masyarakat

Dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik diwujudkan dalam bentuk kerjasama, pemenuhan kewajiban dan pengawasan masyarakat.

Dengan demikian, sebagai sumber pelayanan publik maka peranan negara sangat komplementer dengan mekanisme swasta maupun organisasi masyarakat. Ketiga sumber pelayanan publik itu sama-sama diperlukan di dalam proses transmformasi sosial ekonomi masyarakat. Masing-masing seharusnya bekerja secara komplementer di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat luas.

Kelemahan yang didelegasikan ke sektor masyarakat

Sanksi yang ada berupa tekanan sosial anggota. Yang dijadikan sebagai kriteria keberhasilan suatu keputusan adalah terakomodasinya interes anggota.

Kingsley (1996) merekomendasikan perlunya reformasi karakter Pemerintah Lokal (internal reform) dengan menerapkan beberapa teknik sebagai berikut:

  1. performance measurement”, dengan terdapatnya catatan laopran yang jelas dari hasil-hasil kegiatan dan mengukur efisiensi relatif, misalnya dengan biaya/harga per unit pelayanan yang diberikan.
  2. independent and objective audits”, baik terhadap performance dan managemen keuangan.
  3. performance contracts”, dengan tetap menjaga hubungan yang baik dengan pihak lain (Pemerintah, swasta dan Masyarakat).
  4. decentralization of responsibility within government”, dengan membagi habis tugas-tugas dan memberikan target yang jelas terhadap pejabat-pejabat di bawahnya.
  5. introducing customer orientation and access”, dengan mempublikasikan rencana-rencana dan laporan kegiatan, menetapkan “one-stop-shops” untuk memudahkan dalam pengurusan perijinan, dan sebagainya.
  6. a competitive mode of service provision”, dengan cara yang kompetitif dalam memberikan pelayanan antara pemerintah, swasta dan Masyarakat.

Reformasi pelayanan publik adalah perbaikan integral pelayanan publik meliputi perbaikan orang, struktur, dan prosesnya. Beberapa usulan di bawah sekiranya menjadi pertimbangan dalam upaya perbaikan tersebut.:

1. Membentuk pemahaman masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat berkesadaran penuh bahwa korupsi telah merampas hak mereka untuk mendapatkan pelayanan publik yang memuaskan.

2. Membuat standar dalam pelayanan publik. Ada standar pelayanan, biaya, kualitas, juga standar mekanisme pengaduan. Setiap pelayanan publik yang diterapkan di pusat maupun di daerah harus memiliki standar pelayanan minimal, yang bisa diukur. Salah satu contohnya adalah penetapan batas waktu pengurusan pelayanan publik. Sehingga memudahkan pemerintah untuk mengukur kinerja pelayanan publik dan melakukan evaluasi secara periodik maupun insidentil.

3. Transparansi biaya. Selama ini, umumnya masyarakat belum mengetahui berapa tarif resmi setiap pengurusan pelayanan publik. Ketidaktahuan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh aparat pelayanan publik untuk melakukan pungutan liar. Sejalan dengan itu, mesti ada pemisahan antara petugas perijinan dengan petugas penerima pembayaran. Kebijakan transparansi biaya ini jelas memudahkan masyarakat mengetahui besaran tarif resmi. Pada akhirnya, menutup peluang aparat pelayanan publik melakukan pungutan liar kepada masyarakat.

4. menciptakan budaya pelayanan (service delivery culture). Budaya pelayanan adalah budaya yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Dulu aparat beranggapan, mereka tidak mengabdi pada masyarakat, tetapi pada atasan. Mereka tidak peduli kepentingan masyarakat, tujuannya adalah kepentingan individu dan kepentingan kelompoknya. Bagaimana mungkin orang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat, kalau paradigmanya masih paradigma lama seperti itu. Paradigma lama yang menganggap masyarakat hanyalah obyek pelayanan publik, harus direkonstruksi. Aparat bukan sebagai orang yang dilayani, tetapi sebagai orang yang melayani kebutuhan masyarakat.

5. Penerapan manajemen SDM berbasis kinerja. Prinsipnya, manajemen SDM berbasis kinerja memberikan kesempatan lebih luas bagi pegawai yang berprestasi. Pegawai yang bisa menunjukkan kinerjanya akan memperoleh apresiasi, dalam bentuk insentif atau peningkatan karir. Jadi, tidak semua orang dapat seenaknya naik pangkat, bila tidak bisa berkinerja baik.

6. Mendesak pemerintah mempercepat pembentukan UU Pelayanan Publik. Undang-undang ini mengatur mengenai partisipasi, aspirasi, dan pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik. Sehingga, dari sisi peraturan, masyarakat punya payung hukum untuk mengadu, seandainya pelayanan yang diberikan tidak memuaskan. Beberapa negara sudah menerapkan, dan dikenal dengan nama citizen charter. Isi citizen charter adalah kesepakatan pemerintah dengan masyarakat mengenai kualitas pelayanan publik.

3. CONTOH KASUS

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.

Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-obatan, fasilitas lain, dan sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas tersebut. Outputnya adalah pasien sembuh / tak sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan sebagainya.

Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan balik pelayanan puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan lingkungan adalah masyarakat dan instansi-instansi diluar puskesmas tersebut.

Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3 dimensi, yakni :

  1. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misalnya masyarakat RT, RW, kelurahan, dan sebagainya). Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
  2. Menggalang potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada hakekatnya juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
  3. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas, balkesmas, dan sebagainya), juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :

  1. Penanggung Jawab

Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah maupun oleh swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah (puskesmas) maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi Departemen Kesehatan.

  1. Standar Pelayanan

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan pada suatu standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dengan adanya buku Pedoman Puskesmas.

  1. Hubungan Kerja

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertikal.

  1. Pengorganisasian Potensi Masyarakat

Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya keterbatasan sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat ini.


PERAN PENILAIAN PROPERTI “BARANG MILIK NEGARA” DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PERAN PENILAIAN PROPERTI “BARANG MILIK NEGARA

DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

oleh

Yuhendra, S.E


A. PENDAHULUAN

Sebelum melakukan penilaian properti secara profesional, selayaknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian penilaian dan properti secara benar. Penilaian adalah gabungan antara ilmu pengetahuan dan seni (science and art) dalam mengestimasikan nilai suatu kepentingan yang terdapat dalam suatu properti bagi tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan serta dengan mempertimbangkan segala karakteristik yang ada pada properti tersebut termasuk jenis-jenis investasi yang ada di pasaran. Sedangkan pengertian properti menurut “common law” atau hukum Anglo Saxon dari Inggris disebutkan bahwa properti artinya pemilikan atau hak untuk memiliki sesuatu benda, atau segala benda yang dapat dimiliki. Artinya properti dapat dibedakan kepemilikannya atas benda-benda bergerak (personal property) dan tanah serta bangunan permanen (real property). Dalam personal property ada yang termasuk tangible (seperti peralatan, perlengkapan mesin, kendaraan dan lain-lain) dan intangible asset (seperti surat-surat berharga dan godwill/copyright/franchises, dan lain-lain). Sedangkan real property adalah pengertian properti yang kita pahami selama ini yakni tanah dan bangunan permanen serta pengembangan lainnya.

Dengan demikian penilaian properti adalah suatu proses perhitungan secara matematika dan kajian karakteristik dalam memberikan suatu estimasi dan pendapatan atas nilai ekonomis suatu properti baik berwujud maupun tidak berwujud, berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku. Penerapan penilaian properti dalam menghadapi otonomi daerah ini mempunyai peran andil yang cukup besar terutama dari segi manajemen aset properti daerah.

Secara umum, terdapat 3(tiga) cara pendekatan yang dipergunakan dalam proses penilaian suatu properti, yaitu :

  1. Pendekatan perbandingan data pasar

Pendekatan ini dilakukan dengan cara membandingkan objek yang dinilai dengan objek yang nilai jualnya sudah diketahui.

  1. Pendekatan Biaya

Pendekatan ini dilakukan dengan cara memperkirakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat atau mengadakan properti yang dinilai.

  1. Pendekatan pendapatan

Pendekatan ini dilakukan dengan caramemproyeksikan seluruh pendapatan properti tersebut dikurangi dengan biaya operasi.

Dalam ilmu properti sekarang ini berkembang suatu teori baru yang dikenal dengan manajemen aset. Manajemen aset memiliki ruang lingkup utama untuk mengontrol biaya pemanfaatan ataupun penggunaan aset dalam kaitan mendukung operasionalisasi pemerintah daerah. Selain itu ada upaya pula untuk melakukan inventarisasi aset-aset pemda yang tidak digunakan. Namun dalam perkembangan ke depan, ruang lingkup manajemen aset lebih berkembang dengan memasukkan aspek nilai aset, akuntabilitas pengelolaan aset, audit atas pemanfaatan tanah (land audit), property survey dalam kaitan memonitor perkembangan pasar properti, aplikasi sistem informasi dalam pengelolaan aset dan optimalisasi pemanfaatan aset. Perkembangan yang terbaru, manajemen aset bertambah ruang lingkupnya hingga mampu untuk memonitor kinerja operasionalisasi aset dan juga strategi investasi untuk optimalisasi aset.

Perkembangan mengenai hal terakhir ini dalam konteks pengelolaan aset oleh pemda di Indonesia kemungkinan besar masih belum sepenuhnya dipahami oleh para pengelola daerah. Manajemen aset merupakan salah satu profesi atau keahlian yang memang belum sepenuhnya berkembang dan populer di masyarakat. Pengetahuan ini merupakan salah satu penerapan dari penilaian properti. Manajemen aset dapat dibagi dalam 5 tahapan kerja :

1. Inventarisasi aset, terdiri dari dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri dari bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain.

2. Legal audit, merupakan suatu ruang lingkup untuk mengidentifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal mengenai prosedur penguasaan atau pengalihan aset seperti status hak penguasaan yang lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor dan lain-lain.

3. Penilai aset, suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Untuk ini pemda dapat melakukan outsourcing kepada konsultan penilai yang profesional dan independen, namun pemda juga harus mempunyai anggota penilai sendiri yang handal agar nilai yang dihasilkan nantinya dapat dipahami dan akurat. Hasil nilai tersebut akan dapat dimanfatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.

4. Optimalisasi aset bertujuan mengoptimalkan potensi fisik, lokasi nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam hal ini, aset-aset yang dikuasai pemda diidentifikasikan dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi berdasarkan sektor-sektor unggulan dan mencari penyebab sektor yang tidak berpotensi. Sehingga hasilnya dapat dibuat sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset.

5. Pengawasan dan pengendalian, dalam pemanfaatan dan pengalihan aset merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi pada pemda saat ini. Suatu sarana yang efektif dalam meningkatkan kinerja aspek ini adalah melalui sistem informasi manajemen aset. Melalui sistem ini maka transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin dan dapat diawasi dengan jelas, karena keempat aspek di atas diakomodir dalam suatu sistem yang termonitor dengan jelas seperti sistem arus keuangan yang terjadi di perbankan. sehingga penanganan dan pertanggungjawaban dari tingkat pelaksana hingga pimpinan mempunyai otorisasi yang jelas. Hal ini diharapkan

Megapa Kebijakan ini dianggap Penting?

Penilaian Properti saat ini memegang peran yang cukup signifikan dalam peradaban bangsa yang sudah sedemikian maju. satu indikator dari suatu negara yang tergolong maju adalah besarnya peran sektor jasa dalam struktur perekonomian. Semakin maju suatu negara, semakin besar peran sektor jasanya. Sub sektor Jasa Penilai merupakan salah satu sub sektor jasa yang dapat berperan penting dalam perekonomian nasional khususnya dalam usaha kebangkitan perekonomian nasional menuju Indonesia baru sebagai negara maju.

Salah saru tujuan dari kebijakan ini adalah:

1) Inventarisasi, yang berfungsi untuk mengetahui dengan jelas kondisi dan nilai aset/properti/harta kekayaan;

2) legal audit yang berfungsi untuk memberikan kepastian hukum sehubungan dengan penguasaan asset; dan

3) Penilaian yang bertujuan untuk menetapkan potensi ekonomi dari asset tersebut;

4) Optimalisasi asset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai

5) Pengawasan dan pengendalian yang bertujuan untuk mencapai transparansi dan akuntabilitas pemanfaatan atau pengelolaan nilai aset tersebut. Penilaian properti sangat berperan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Berbagai peran penilaian property yaitu Peran dalam penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah, peran dalam perpajakan, dan peran yang berkaitan dengan perbankan.

B. MANFAAT KEBIJAKAN

  1. Manfaat Kebijakan dalam Penyelenggaraan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dalam rangka menuju kepada kepemerintahan yang baik (good governence) diperlukan pengelolaan kekayaan Negara yang diawali dengan Penilaian Barang Milik Negara. Kegiatan penilaian yang diperlukan dalam rangka pengelolaan kekayaan negara meliputi inventarisasi harta kekayaan negara, tukar guling, lelang, dan jenis pengelolaan harta kekayaan negara yang lain yang harus didasarkan atas kondisi terkini dari harta yang bersangkutan khususnya berkena­an dengan nilai. Inventarisasi tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan pencatatan seluruh kekayaan negara termasuk pembukuan, penyusunan data base, dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai informasi dan bahan untuk penyusunan dan pengadaan kekayaan negara maupun daerah. Inventarisasi harta kekayaan negara selanjutnya dapat dikembangkan dan didayagunakan secara maksimal dan dapat digunakan untuk menentukan fungsi apa yang paling sesuai diambil manfaatnya dari harta tersebut. Penilaian properti dalam berbagai perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah meliputi penentuan nilai agunan suatu hak atas tanah untuk pemberian hak tanggungan, penentuan nilai properti untuk keperluan jual beli, dan penentuan nilai properti untuk keperluan lelang. Di samping itu penilai­an properti juga dapat digunakan sebagai dasar penentuan jumlah atau besarnya ganti kerugian yang dapat diberikan kepada masyarakat yang tanahnya terkena dampak pengambilalihan/perolehan tanah untuk kegiatan/proyek pembangunan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun pihak swasta.

  1. Manfaat Kebijakan Dalam era otonomi daerah,

penilaian Barang Milik Negara mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat yang diperoleh dari penetapan nilai adalah bahwasannya daerah mempunyai data base (pangkalan data) properti atau harta kekayaan daerah, yang dapat digunakan:

1) sebagai dasar menyusun data awal neraca daerah;

2) sebagai landasan jika diperlukan penerbitan obligasi daerah (municiple bonds);

3) sebagai landasan untuk optimalisasi harta kekayaan baik secara sendiri maupun kerja sama dengan investor, dan

4) sebagai landasan penyusunan Sistem Informasi Aset Daerah.

Menurut Suharno (2002), penilaian aset (properti) secara tidak langsung dapat digunakan untuk:

1) mengetahui modal dasar daerah dalam usaha privatisasi,

2) mengetahui nilai jaminan untuk memperoleh pinjaman,

3) mengetahui nilai penyertaan (saham) dalam melakukan suatu kerja sama usaha dengan pihak swasta,

4) memberi informasi kemampuan nilai ekonomi properti di suatu daerah untuk meng­undang investor,

5) mengetahui nilai dalam rangka penerbitan obligasi daerah,

6) mengetahui nilai aset untuk kepentingan tukar guling (ruilslag),

7) mengetahui dasar nilai dalam pem­bebasan tanah, pembelian tanah dan lain-lain.

Dengan diberlakukannya undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan undang-undang No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam sistem pengelolaan negara yang selama ini bersifat sentralistik menjadi bersifat desentralistik, dengan implikasinya peran pemerintah pusat akan semakin kecil. Sebaliknya peran pemerintah daerah semakin besar dalam pembangunan daerah/ wilayahnya. Pemerintah daerah dituntut memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya yang tercermin menurut UU No.25/1999.

Salah satu sektor yang dapat diharapkan jadi pendapatan daerah terutama perkotaan adalah melalui sektor properti. Potensi sektor properti di daerah ini tidak hanya dalam hal pembangunan properti saja namun juga menyangkut pengelolaan properti yang sudah termanfaatkan ataupun yang belum termanfaatkan secara optimal. Banyak sumber yang dapat ditarik dari sektor properti, baik yang termasuk dalam katagori sumber penerimaan konvensional (seperti ; PBB, PP1, BPHTB dan lain-lain) maupun sumber penerimaan baru atau non konversional (seperti : Development Impact Fees, Penerimaan akibat perubahan Harga Dasar Tanah dan lain-lain). Secara tidak langsung,potensi penerimaan asli daerah dari sektor properti ini dapat dilihat dari potensi pajak yang dapat ditarik.

Namun dalam perkembangannya nanti untuk menghadapi otonomi daerah, pemda tidak hanya mengoptimalkan pada potensi pajak dari sektor properti saja. Tetapi juga harus mengetahui jumlah dan sejauh mana pemanfaatan aset properti yang dimiliki pemda saat ini. Manajemen aset properti ini sangat penting diketahui karena di samping sebagai penentuan aktiva tetap dalam faktor penambah dalam total aset daerah juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan. Pemanfaatan aset properti hanya dapat dioptimalkan apabila penilaian terhadap properti daerah secara keseluruhan sudah dipenuhi. Penilaian terhadap properti tidak dapat dilakukan secara sembarangan tetapi haarus melalui perhitungan dan analisis secara profesional dengan pertanggungjawaban nilai yang wajar dan marketable. Sehingga hasil yang diharapkan dari penilaian properti tersebut mempunyai nilai yang akurat.

3. Manfaat Kebijakan dalam Perpajakan

Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam kaitannya dengan peran penilaian properti adalah penentuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Obyek pajak PBB adalah tanah (bumi) dan bangunan, sedangkan penghitungan PBB adalah tarip tertentu dikalikan dengan Nilai Jual Kena Pajak. Nilai Jual Kena Pajak dihitung berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Hal ini berarti bahwa besar kecilnya PBB tergantung pada penilaian terhadap obyek pajak tersebut. Penentuan NJOP yang terlalu rendah (undervalued) akan meng­akibatkan penerimaan negara dalam bentuk PBB kecil, sebaliknya NJOP yang terlalu tinggi (overvalued) akan mem­beratkan rakyat karena akan terbebani PBB yang tidak semestinya. Dalam kaitannya dengan penentuan BPHTB, dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan (harga transaksi dalam hal jual beli; nilai pasar dalam hal tukar menukar, hibah, warisan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah, dan lain-lain). Dalam praktek yang ada, penentuan nilai tersebut tidak menunjukkan kondisi yang sesungguhnya di pasar.

4. Manfaat Kebijakan Dalam Kegiatan Perbankan.

Dalam dunia perbankan secara umum dikenal 2 kategori penilai, yaitu penilai intern dan independen. Penilai intern memiliki kewenangan dan bertugas untuk melakukan pekerjaan penilaian. Penilai independen merupa­kan penilai eksternal yang bebas ikatan yang pada saat ini atau di kemudian hari tidak memiliki kepentingan finansial yang berhubungan dengan obyek property selain jasa penilai. Fungsi utama kedua penilai tersebut pada prinsipnya adalah memberikan opini secara tertulis mengenai nilai ekonomi jaminan/agunan pada saat tertentu. Dengan semakin berkembangnya dunia perbankan maka penilaian tidak hanya dilakukan terhadap agunan tetapi juga meliputi sebagian besar aset/properti baik yang bersifat komersial atau non komersial, berujud (tangible) ataupun tidak berujud intangible dan surat berharga.

Penilaian properti secara tepat sangat diperlukan dalam dunia per­bankan. Kesalahan atau ketidakakuratan dalam menilai suatu properti akan meng­akibatkan beberapa masalah dalam rangka likuidasi/lelang maupun dalam penghitungan penyisihan aktiva produktif. Dalam rangka likuidasi aset/agunan, terdapat suatu kecenderungan nilai pasarnya lebih rendah dari harga pasar yang sebenarnya. Hal ini dapat merugikan bank karena bank harus menjual/melepaskan aset tersebut dengan harga yang relatif murah, sehingga tidak akan dapat menutupi kewajiban yang ada. Dalam hal peng­hitungan penyisihan aktiva produktif, nilai agunan diperhitungkan sebagai factor pengurang. Apabila nilai agunan terlalu tinggi, penghitungan penyisihan aktiva produktif menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.

III. PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN KEBIJAKAN

Di Indonesia, peraturan pertama yang mengatur tentang jasa penilaiai adalah SK Menteri Perdagangan No. 161/KP/VI/1977 tentang Ketentuan Perjanjian Usaha Penilaian. Kemudian disusul Keputusan Menteri Keuangan No. 57/KMK.017/1996 tentang Jasa Penilai dan Keppres No. 35 Tahun 1992 yang diantaranya berisi pembentukan Dirjen Lembaga Keuangan yang salah satu bagiannya adalah Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.06/2008 tentang Penilaian Barang Milik Negara. Sedangkan Lembaga pemerintah yang mempunyai bidang penilaian adalah Direktorat PBB, Direktorat BPHTB ( Sub Direktorat Penilaian ) dan Dirjen Piutang dan Lelang Negara (DJPLN).

Beberapa Asosiasi jasa penilai yang telah ada di Indonesia, meliputi Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia (GAPPI). Sementara itu, profesi penilai telah diatur dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI). Selama ini pemerintah belum mengatur profesi penilaian dalam suatu Undang-undang sehingga eksistensinya kurang diakui oleh masyarakat maupun pihak luar atau asing.

Sudah saatnya Indonesia mempunyai suatu organisasi profesi (penilai) yang disegani serta mampu menjaga kualitas dan kredibilitas profesi tersebut. Dengan kata lain diperlukan eksistensi jasa penilaian yang berbentuk Dewan Penilai Indonesia yang profesional dan berkualitas maupun Lembaga Penilai Properti yang obyektif, rasional dan fair (Sumardjono, 2002). Dewan tersebut nantinya bertujuan untuk :

1. Melakukan pengawasan terhadap praktek penilaian di Indonesia.

2. Menjelaskan dan mempertegas tanggung jawab, tugas dan peranan penilai.

3. Melindungi kepentingan masyarakat berkaitan dengan praktek penilaian yang dilakukan oleh para penilai lain.

4. Memasyarakatkan kode etik dan jasa penilai.

5. Mengembangkan profesi penilai Indonesia.

IV. PEMBAHASAN

Salah satu sisi penting penilaian, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2 tahun 2008 tentang Penilaian BMN, adalah bahwa penilaian berfungsi untuk membantu penyajian neraca pemerintah pusat.

Pengelolaan aset negara dalam pengertian yang dimaksud PP No.6/2006 adalah tidak sekedar administratif semata, tetapi lebih maju berfikir dalam menangani aset negara, dengan bagaimana meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup pengelolaan aset negara mencakup perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Proses tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci yang didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan dalam konteks yang lebih luas (keuangan negara).

Jauh sebelum PP No.6/2006 terbit, langkah-langkah awal penertiban pengelolaan barang milik negara yang tersebar di kementerian / lembaga negara seluruh Indonesia sebenarnya pernah dilakukan oleh Pemerintah. Medio 2003 Menteri Keuangan meminta BPKP selaku auditor internal pemerintah untuk menginventarisir optimalisasi penggunaan aset negara (aset tetap) di kementerian / lembaga negara agar terpotret permasalahan yang dihadapi pemerintah (dhi. Kementerian / Lembaga Negara) selama ini dalam mengelola aset negara yang baik dan bertanggung jawab.

Pembenahan tata kelola aset negara ke arah yang tertib dan akuntabel menjadi hal yang substansial ditengah usaha pemerintah untuk meningkatkan citra pengelolaan keuangan negara yang baik melalui LKPP yang wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Langkah-langkah strategis mewujudkan tata kelola aset negara yang tertib dan akuntabel bukannya tidak dilakukan, bulan Agustus 2007 Pemerintah telah menerbitkan Keppres No.17/2007 tentang Tim Penertiban Barang Milik Negara sebagai payung hukum langkah-langkah penertiban aset negara pada kementerian / lembaga negara.

Kondisi dimana belum terinventarisasinya BMN dengan baik sesuai peraturan yang berlaku pada kementerian/ lembaga negara menjadi sasaran dalam penataan dan penertiban BMN. Arahnya dari langkah-langkah penertiban BMN (inventarisasi dan penilaian) tersebut adalah bagaimana pengelolaan aset negara di setiap pengguna barang menjadi lebih akuntabel dan transparan, sehingga aset-aset negara mampu dioptimalkan penggunaan dan pemanfaatannya untuk menunjang fungsi pelayanan kepada masyarakat/ stake-holder. Koridor pengelolaan aset negara memberikan acuan bahwa aset negara harus digunakan semaksimal mungkin mendukung kelancaran tupoksi pelayanan, dan dimungkinkannya fungsi budgeter dalam pemanfaatan aset untuk memberikan kontribusi penerimaan bagi negara. Disamping itu, lebih lanjut seperti disinggung di atas, penanganan aset negara yang mengikuti kaidah-kaidah tata kelola yang baik / good governance akan menjadi salah satu modal dasar yang penting dalam penyusunan LKPP yang akuntabel.

Salah satu peran vital dari kegiatan penertiban BMN tersebut di atas, adalah diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi sekarang berapa besar nilai seluruh aset negara, baik itu yang bersumber dari APBN maupun dari sumber perolehan lainnya yang sah, serta disamping itu ketersediaan adanya database BMN yang komprehensif dan akurat dapat segera terwujud. Dalam siklus logistik, tahap pertama dari proses manajemen aset adalah perencanaan kebutuhan dan penganggaran. Penyusunan rencana kebutuhan barang dilakukan dengan melihat ketersediaan jumlah barang yang dimiliki dengan rencana kegiatan pelaksanaan tupoksi dan sarana dan prasarana pendukungnya. Kedepan, database BMN akan memainkan peran yang strategis dalam setiap pengambilan keputusan perencanaan kebutuhan barang nasional oleh Pengelola Barang dan usulan alokasi penganggarannya dalam APBN. Akan terjadi hubungan sinergis antara perencana anggaran (DJA) dengan pengelola barang (DJKN) untuk duduk satu meja merumuskan dan menentukan besaran rencana kebutuhan barang milik negara secara nasional dalam tahun anggaran, sehingga anggaran belanja modal fisik tersebut dapat lebih dipertanggungjawabkan dan benar-benar mencerminkan kebutuhan barang /aset yang nyata sesuai kondisi di lapangan dan mampu menciptakan anggaran belanja modal yang efektif, efisien, dan tepat sasaran. Tidak hanya bersifat incremental semata. Proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran yang baik dan terintegrasi dengan sumber database BMN yang akurat dan reliable akan menjadi pintu awal dalam penyempurnaan manajemen aset negara secara keseluruhan (siklus logistik).

Visi pengelolaan aset negara kedepan adalah menjadi the best state asset management on the world. Tidak sekedar bersifat teknis administratif semata, melainkan sudah bergeser ke arah bagaimana berpikir layaknya seorang manajer aset yang harus mampu merumuskan kebutuhan barang milik negara secara nasional dengan akurat dan pasti, serta meningkatkan faedah dan nilai dari aset negara tersebut. Tantangan untuk mewujudkan visi tersebut tidaklah ringan, perlu kerja keras dari semua pihak mengingat problematika di seputar pengelolaan aset negara sekarang ini begitu kompleks. Oleh karena itu, pengelolaan aset negara harus ditangani oleh SDM yang profesional dan handal, dan mengerti tata peraturan perundangan yang mengatur aset negara.

Penertiban BMN pada kementerian / lembaga negara yang sekarang lagi berjalan harus dijadikan momentum bersama untuk menginventarisir dan menata kembali aset negara yang selama ini masih belum tertangani dengan baik agar pergunaaan dan pemanfaatan aset negara sesuai dengan peruntukannya, serta mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Di sinilah kita mendapati keterkaitan erat antara penilaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Mencermati SAP, akan diperoleh gambaran tentang di mana saja peran penilaian ini dibutuhkan.

1. Penilaian Persediaan.

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 05, ada 3 cara pengukuran terhadap akun ini, yaitu berdasarkan harga perolehan (apabila diperoleh dengan pembelian), biaya standar (diproduksi sendiri), dan nilai wajar (diperoleh dengan cara lainnya seperti hibah atau rampasan). Dengan demikian, penilaian terhadap persediaan dibutuhkan manakala persediaan tersebut diperoleh pemerintah tidak melalui pembelian atau memproduksi sendiri, dalam rangka mendapatkan nilai wajarnya (fair value). Termasuk di dalamnya adalah apabila persediaan itu ada karena dikembangbiakkan seperti hewan dan tanaman.

2. Penilaian Investasi.

Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Menurut PSAP Nomor 06, investasi pemerintah terbagi menjadi investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang sendiri terdiri dari investasi non permanen dan investasi permanen. Bentuk investasi dapat bervariasi, seperti investasi dalam saham, obligasi, dan deposito. Sebagaimana aset lainnya, investasi akan diukur sesuai dengan harga perolehannya. Dalam hal merupakan investasi jangka pendek non-saham (misalnya deposito), investasi tersebut diukur berdasarkan nilai nominalnya. Namun demikian, penilaian terhadap akun ini diperlukan dalam beberapa kondisi, yaitu apabila investasi diperoleh tanpa nilai perolehan atau ketika investasi tersebut tidak mempunyai pasar aktif yang dapat membentuk nilai pasarnya. Dalam keadaan yang terakhir ini, selain menggunakan nilai wajar, pengukuran investasi dapat juga menggunakan nilai nominal atau nilai tercatat (book value).

3. Penilaian Aset Tetap

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap ini menurut PSAP Nomor 07, terdiri atas tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP). Dalam pengukurannya, prinsip dasar yang dipakai adalah bahwa aset tetap dinilai dengan biaya perolehannya. Namun, apabila ketentuan ini tidak dapat diberlakukan, nilai aset tetap akan didasarkan pada nilai wajar saat perolehan. Dalam hal terakhir inilah, penilaian terhadap jenis aset ini menjadi relevan.

V. KESIMPULAN

1) Penilaian properti sangat berperan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Berbagai peran penilaian property yaitu Peran dalam penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah, peran dalam perpajakan, dan peran yang berkaitan dengan perbankan.

2) Salah satu sisi penting penilaian, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2 tahun 2008 tentang Penilaian BMN, adalah bahwa penilaian berfungsi untuk membantu penyajian neraca pemerintah pusat.

3) Visi pengelolaan aset negara kedepan adalah menjadi the best state asset management on the world. Tidak sekedar bersifat teknis administratif semata, melainkan sudah bergeser ke arah bagaimana berpikir layaknya seorang manajer aset yang harus mampu merumuskan kebutuhan barang milik negara secara nasional dengan akurat dan pasti, serta meningkatkan faedah dan nilai dari aset negara tersebut.