Sunday, September 14, 2008

BI Tak Mau Bereaksi Berlebihan

Bank Indonesia tidak akan memberikan respons secara berlebihan menghadapi gonjang-ganjing di pasar finansial saat ini. BI akan meresponsnya secara fundamental, dan bukan dengan kebijakan yang sifatnya secara temporer.


Kita tidak menyikapinya terlalu berlebihan. Apa pun itu di pasar, apakah suku bunga, atau mengenai kurs, kita tetap akan menjaga dan tetap merespon dengan wajar perubahan-perubahan yang tadi, tapi tetap dalam irama yang benar, dalam konteks supaya tidak mengganggu fundamental kita.

Gejolak yang terjadi di perekonomian dunia saat ini merupakan sebuah fenomena global. Semua negara melakukan penyesuaian dengan kondisi global yang tengah terjadi. Dan negara yang akan bertahan nantinya hanyalah negara yang memiliki fundamental yang kuat.

Fundamental yang kuat, adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasinya bisa dikendalikan, APBN yang sehat, tingkat utangnya dalam batas yang aman serta kondisi politik yang aman terkendali.
Kalau kita melakukan penyesuaian ini dengan benar, saya kira kita akan menjadi negara yang muncul dengan baik nantinya. Jadi sampai berapa lama proses penyesuaian global ini akan berlaku, saya tidak tahu. Tapi kita harus siap melakukannya secara fundamental.

IMF Usul BI Rate Naik Hingga 10,5%

International Monetary Fund (IMF) mengusulkan bunga acuan Indonesia (BI rate) sebaiknya terus dinaikkan hingga mencapai 10,5%. Hal ini dinilai perlu untuk memastikan agar inflasi bisa terus ditekan.

Laporan IMF yang dikeluarkan bulan September 2008 bertajuk 'Indonesia: Selected Issue' menunjukan ekspektasi mengenai kebijakan moneter kedepan memainkan peranan yang sangat penting sebagai landasan perkiraan inflasi dan penentuan nilai tukar.

"Meskipun ada ketidakpastian mengenai besaran kenaikan bunga acuan yang dibutuhkan, model simulasi kami menyarankan adanya kebijakan kenaikan bunga acuan hingga setidaknya 10,5% sebagai puncak siklusnya," demikian disampaikan IMF.

Kenaikan bunga acuan hingga 10,5% ini dinilai sejalan dengan perkiraan banyak pihak sekaligus meyakinkan inflasi benar-benar akan dikendalikan supaya menurun. Namun tentu saja besaran kenaikan bunga acuan harus mempertimbangkan lagi rencana inflasi dan pengembangan ekonomi ke depan.

IMF juga menuturkan, semakin cepat keputusan tegas dibuat akan memberikan keuntungan jangka menengah karena berarti bisa menurunkan bunga acuan lebih awal juga. Sementara jika makin lama menunda kenaikan bunga acuan bisa membuat melemahnya kredibilitas dan menyulitkan pencapaian target jangka menengah.

"Apalagi, semakin lama menaikkan bunga acuan hanya akan menunda, bukannya menghindari kenaikan bunga acuan. Di sisi lain, risiko menaikkan bunga acuan secara agresif terlihat sangat kecil karena bagaimanapun kenaikan ini diperlukan,"

Beberapa risiko yang dimaksud adalah harga makanan dan situasi eksternal. Harga makanan memang diprediksi akan tetap memberikan risiko dalam jangka pendek. Di sisi lain, hilangnya kepercayaan secara drastis akan menghasilkan pelemahan nilai tukar yang signifikan yang buntutnya justru membutuhkan respon yang jauh lebih agresif lagi.