Tuesday, October 28, 2008

Pemerintah dan BI Keluarkan 10 Kebijakan

Pemerintah dan Bank Indonesia mengeluarkan 10 butir kebijakan sebagai respon atas perkembangan pasar keuangan terkini. Kebijakan ini merupakan tindakan strategis dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional.Sebagai upaya konkret guna merespon persoalan diatas, maka pemerintah dan BI akan mengambil 10 langkah.

Pemerintah dan BI terus merespon dan memantau pasar. Namun, pemerintah dan BI menyadari perlunya peningkatan kerjasama dengan pelaku pasar dan seluruh masyarakat untuk membangun langkah-langkah untuk meminimalkan risiko keuangan yang dapat mengancam stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional.

Pemerintah dan BI juga akan terus melakukan evaluasi secara terarah dan terukur serta mengambil langkah lanjutan yang diperlukan untuk merespon dinamika yang ada. Pemerintah dan BI juga mengimbau agar segenap pelaku ekonomi tidak panik. ini guna untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Pelemahan rupiah saat ini terjadi karena ada kelebihan likuiditas.

Monday, October 27, 2008

Nilai Rupiah Dibatas Kewajaran, APa Langlah Pemerintah?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan masyarakat tidak perlu panik dan terpengaruh yang negatif dalam menyikapi melemahnya rupiah terhadap dollar AS terkait dengan krisis keuangan global yang saat ini sedang terjadi.

Menurut Presiden, masyarakat hendaknya bersikap realistis dan berkepala dingin dalam menyikapi melemahnya nila tukar rupiah terhadap dollar AS, mengingat pemerintah selalu mengikuti situasi kondisi perekonomian dan keuangan nasional serta dunia.

Mari kita kelola secara bersama-sama. Kalau masyarakat kurang jelas silahkan tanya pada Bank Indonesia dan pihak terkait lainnya, sehingga masyarakat tahu kondisi sesungguhnya. Pemerintah akan transparan untuk itu

Menanggapi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Presiden menegaskan bahwa dirinya tidak bisa menanggapi gejolak pasar setiap hari.

Gubernur Bank Indonesia untuk selalu memantau dan mengambil langkah-langkah seperlunya dalam menghadapi gejolak rupiah terhadap dollar AS.

Pemerintah, perlu sangat hati-hati dalam menyikapi kondisi pelemahan dan penguatan rupiah terhadap dollar, khususnya jika dikaitkan dengan sektor ekspor dan impor.

Thursday, October 16, 2008

Akankah Ekonomi Indonesia Bertahan di Tengah Krisis Global sekrang?

Turbulensi pasar keuangan global kian menjadi-jadi pascabangkrutnya perusahaan investasi raksasa Lehman Brothers pada 15 September 2008. Tak satu negara pun yang terbebas dari amukan bencana finansial ini. Pasar keuangan Indonesia juga karut-marut dihantam sentimen negatif. Seberapa kuat sebenarnya fundamental ekonomi domestik menghadapi situasi ini?

Sejak bangkrutnya Lehman Brothers, laju kejatuhan indeks dan kurs makin kencang. Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia tercatat telah meluncur lebih dari 330 poin. Ini berarti dalam rentang tiga minggu indeks telah jatuh sekitar 18,5 persen.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom menjelaskan, gejolak pasar keuangan dan pasar modal domestik tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena masih sejalan dengan pergerakan pasar global.

Kecuali indeks saham, berbagai indikator moneter, perbankan, dan makroekonomi Indonesia, menurut Miranda, menunjukkan ketahanan relatif lebih baik dibandingkan negara lain.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, misalnya, sejak awal tahun hingga kini hanya terdepresiasi 2 persen. Bandingkan dengan negara-negara lain yang mengalami depresiasi 4-7 persen akibat krisis keuangan global.

Inflasi Indonesia juga relatif lebih baik karena hanya melonjak dua kali lipat dibandingkan 2007. Negara-negara lain umumnya melonjak 3-4 kali dari tahun sebelumnya. Namun, dilihat dari levelnya, inflasi Indonesia tergolong tinggi, per September 2008 mencapai 12,14 persen.

Pertumbuhan ekonomi domestik, kata Miranda, juga tetap kuat di tengah pelambatan perekonomian global.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Hadad mengatakan, kondisi perbankan, yang menjadi jantung perekonomian, juga memiliki fundamental yang kuat. Itu tecermin dari berbagai faktor, seperti rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), likuiditas, dan permodalan. NPL neto (setelah dikurangi provisi) hanya 1,42 persen, jauh di bawah batas maksimum, 5 persen.

Likuiditas juga masih memadai, tecermin dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (loan to deposits ratio/LDR) yang masih di bawah 80 persen. Ketatnya likuiditas yang terjadi belakangan ini bukan disebabkan oleh kelangkaan likuiditas yang ada di industri, tetapi lebih karena faktor psikologis dan kepemilikan likuiditas yang tidak merata antarbank.

Banyak bank yang sebenarnya likuiditasnya berlebih enggan meminjamkan ke bank lain karena khawatir sulit mendapatkan likuiditas pada masa mendatang.

Permodalan perbankan domestik, kata Muliaman, juga cukup kuat. Ini tecermin dari rasio kecukupan modal yang sebesar 17 persen, jauh di atas angka minimum 8 persen.

Fundamental yang kuat tersebut akan membuat perbankan tetap optimal melakukan fungsi intermediasi untuk mendorong perekonomian.

Kendati fundamental perekonomian cukup kuat, BI tetap mewaspadai gejolak yang terjadi saat ini dan tetap fokus menjaga nilai rupiah yang tecermin dari inflasi dan nilai tukar.

Atas dasar itulah, kata Miranda, dalam rapat Dewan Gubernur BI dua hari lalu, suku bunga acuan (BI Rate) dinaikkan 25 basis poin menjadi 9,5 persen. Ini untuk memberikan sinyal dan arah kepada para pelaku pasar.

Untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan 2009, BI ingin memastikan bahwa inflasi tahun 2009 terkendali di kisaran 6,5-7,5 persen. Atas dasar itu, BI Rate disesuaikan menjadi 9,5 persen agar suku bunga riil tetap terjaga di kisaran 2-2,5 persen. Inflasi tinggi amat berbahaya, dapat menurunkan nilai aset yang dimiliki masyarakat golongan bawah.

Dalam jangka pendek, kenaikan BI Rate juga untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang tinggi dari para pelaku pasar. Ekspektasi inflasi yang tinggi telah membuat nilai tukar terpelanting melewati batas psikologis Rp 9.500 per dollar AS.

seharusnya BI akan menjaga nilai tukar rupiah tidak berfluktuasi secara tajam. Pelemahan rupiah yang tajam sangat merugikan perekonomian karena inflasi yang berasal dari barang impor akan meningkat. Selain itu, eksportir dan importir juga diliputi ketidakpastian sehingga cenderung wait and see.

Otoritas moneter dan otoritas fiskal harus melakukan upaya lain untuk meredam dampak krisis finansial global. kenaikan BI Rate bersifat kontraproduktif karena memicu risiko kredit macet di sektor pertambangan, perkebunan, dan properti.

Sektor riil

Otoritas fiskal seharusnya memanfaatkan situasi saat ini dengan memperkuat perekonomian domestik. Caranya, antara lain, dengan memberi insentif pada industri lokal, seperti tekstil.

Untuk sektor ekspor, meski permintaan di pasar tradisional, yaitu AS, Jepang, dan Eropa, turun, peluang yang cukup besar tetap terbuka, terutama ke negara-negara Asia seperti China, India, kawasan Timur Tengah, dan Rusia.

Monday, October 13, 2008

BI Akan Terus Jaga Rupiah

Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono mengatakan, pihaknya melakukan berbagai upaya untuk menjaga agar rupiah tidak bergejolak secara tajam. Bank Indonesia melakukan apa yang harus dilakukan. Menggunakan kebijakan moneter, menggunakan cadangan devisa dengan prudent, semua kita coba supaya gerakan dari rupiah itu tidak bergejolak secara tajam

Sementara itu, Direktur Utama PT Finan Corpindo, Edwin Sinaga, mengatakan kurs rupiah terhadap dollar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Senin pagi menguat setelah Bank Indonesia berencana mengontrol bank yang bermain valas, sehingga peredaran dollar AS di pasar domestik bisa dipantau lebih jauh. Nilai tukar rupiah terhadap dollar naik menjadi Rp9.820/9.830 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.850/10.050 per dollar AS atau naik 30 poin.

Menurut Edwin Sinaga, aksi BI mengakibatkan sejumlah bank hati-hati dalam bermain valas, sehingga rupiah yang sejak pekan lalu terpuruk kembali membaik. kontrol BI yang dilakukan itu memberikan dampak positif terhadap pasar khususnya rupiah,

Kenaikan rupiah pada awal pekan ini diharapkan akan berlanjut, apalagi krisis keuangan global diperkirakan mulai mereda setelah sejumlah bank sentral sepakat menyuntik dana ke pasar untuk mendorong ekonomi tumbuh lebih baik.

Rupiah diperkirakan akan tetap menguat, karena sentimen positif pasar cukup kuat untuk memicu kenaikan itu, asalkan pasar tenang tidak bergejolak seperti sebelumnya. kondisi pasar tidak bergejolak seperti sebelumnya, setelah ada suntikan dana dari sejumlah bank sentral

Asumsi APBN 2009 Diubah AKibat Krisis Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani dan seluruh jajarannya , menyampaikan usulan perubahan asumsi makro dan postur APBN 2009 kepada Panitia Anggaran DPR RI. Perubahan dilakukan terhadap asumsi makro dan postur yang telah disepakati dengan panggar sebelumnya pada September lalu menyusul semakin memburuknya perkembangan ekonomi global yang berdampak pada terjadinya krisis ekonomi global.

Sri mulyani Menyatakan Dengan adanya pergerakan ekonomi dunia yang dinamis maka kami menganggap perlu melakukan penyesuaian asumsi dasar ekonomi makro yang selama ini kita jadikan kerangka APBN 2009

Penyesuaian yang perlu segera dilakukan menurut Menkeu, meliputi penyesuaian asumsi makro sesuai kondisi terakhir, penurunan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sesuai kondisi pasar, pergeseran sumber pembiayaan, tetap mempertahanlan rasio anggaran pendidikan tetap 20 persen dan mempertahankan program prioritas tahun 2009 meliputi kemiskinan dan infrastruktur.

Seluruh elemen asumsi makro mengalami perubahan, seperti pertumbuhan ekonomi year on year berubah menjadi 5.5-6.1 persen dari kesepakatan semula sebesar 6.3 persen, rata-rata nilai tukar rupiah mengalami perubahan sebesar Rp 450 dari kesepakatan semula Rp 9.150, serta besaran inflasi year on year juga disesuaikan dari 6.2 persen ke 7.0 persen.

Menkeu menegaskan jika pemerintah tidak melakukan tindakan dan perubahan postur APBN 2009, maka terjadi kekurangan pembiayaan sebesar Rp 53.9 triliun dari perubahan asumsi dan perubahan sumber pembiayaan